Langsung ke konten utama

Oh Siti,,,,,



 Galau makan es-cream. Ditraktir makan sama kak Rissa

Ini adalah cerpen pertamaku, semoga teman-teman yang mengunjungi blogku secara tidak sengaja bisa menikmati cerpen awam yang dua tahun lalu akuh tulis. selamat membaca (berharap isinya tidak mengecewakan)
-----

Aku membanting pintu kamar dengan sangat keras, aku sangat kesal apa yang terjadi hari ini. Sebuah tragedi yang tak pernah ku sangka-sangka bahwa aku akan bertemu lagi dengan sahabat lamaku dikantin perpusatakaan Soeman HS. Yah namanya Siti, saat aku menyapa dan mecoba memeluknya Siti malah mengucapkan kata-kata yang membuat aku kaget dan menjadi malu dihadapan para pengunjung kantin perpustakaan yang memandangi kejadian hari itu.

“ih Siti kan? Wih udah lama ya kita tak bertemu. Ih kangen dee ama kamu, kapan balik dari Malaysia?kok nggak bilang sama aku?trus kok nggak main dulu kerumah aku?” begitu deretan pertanyaan yang aku lontarkan kepada Siti

Namun jawaban Siti yang sangat harap ditunggu oleh ku malah membuat ku kecewa terhadap Siti, “ehm,,,maaf ya apa kita pernah kenal sebelumnya?” seperti disambar geledek disiang hari, aku hanya diam terpaku melihat Siti meninggalkan diriku. Seraya melirik teman yang berjalan disamping Siti, yang berparas cantik bak pragawati.


Aku sangat kecewa, aku reka lagi kejadian waktu itu denga membayangkannya dan mencoba menerka-nerka apa siti yang aku kenal itu memang sahabat lamaku ketika duduk dibangku menengah kejuruan. “oh tidak itu memang benar Siti, aku tidak mungkin salah mengenal orang. Tahi lalat di hidungnya, matanya, tinggi badannya. Oh semuanya sama. Tidak ada yang berubah dengannya, hanya saja kulitnya terlihat lebih cerah,” gumam ku 

“Mia kenapa banting pintu, belum ucapkan salam malah langsung masuk kamar,” ujar mama dari arah dapur yang membuyarkan lamunanku. 

Oh ya perkenalkan, nama ku Mia Saraswati sekarang aku duduk dibangku perguruan tinggi negeri yang terkenal di kota ku, mengambil jurusan bercocok tanam dan sekarang sedang menginjak semester delapan.
Dan belum sertus detik berlalu tiba-tiba saja mama sudah berada didalam kamarku, “ada apa mia?kok sepertinya sedang kesal begitu,” ujar mama lagi

Lalu aku ceritakan pertemuanku dengan Siti Aisyah diperpustakaan, setelah ku ceritakan aku melihat guratan kekecewaan diwajah mama. Maklum saja karena Siti pernah tinggal setahun dikeluarga ini. “oh ya sudah tidak apa-apa, mungkin memang bukan Siti,” ujar mama, “kan memang sudah lama tidak bertemu dengan siti,dari kamu selesai sekolah hingga sekarang disemester delapan berarti udah tiga tahunkan?” ujar mama meyakiniku.    

Setelah mama pergi dari kamarku, aku mengambil tas, sweter, dan kunci motor dan langsung menuju garasi motor. Ah terlalu banyak persoalan yang berkecamuk di pikiranku, belum lagi soal skripsi yang sangat menguras otakku ditambah lagi persoalan si Siti ini, ahhhhh.

 Diam-diam aku pergi kerumah siti dan mengendap-endap dibalik pintu rumahnya, dan disana aku melihat siti sedang duduk dengan temannya tadi saat berjumpa diperpustakaan. “ha,,,,kan bener itu memang dia. Ya Allah tega benar kamu siti terhadap ku,” ujar ku dalam hati. 

Ku coba mendengarkan percakapan mereka, namun sayang pembicaraan tersebut tidak terlalu jelas yang jelas mereka menggunakan logat melayunya yang kental. Aku putuskan kembali lagi kerumah walau rasa kesalku kian memuncak.

Tepat pukul 21.30 WIB, ku coba menceritakan hasil investigasiku tadi sore ke mama, lalu mama meberikan ku nasehat. “sudahlah Mia tak usah dipikirkan, itu tandanya dia bukan teman yang terbaik untuk Mia. Teman yang terbaik itu dia akan selalu mendampingi Mia disetiap senang ataupun susah, dan jika jauh dia takan pernah melupakan Mia,” ujar mama.

“ Dan satu hal yang harus Mia ingat bahwa pertemanan kalian yang kemaren itu bertarti hanya pertemanan emosi sesaat. Jadi Mia tidak usah pikirkan itu, jangan berharap orang lain akan membalas budi kepada Mia karena sudah menolongnya. Tapi coba pikirkan memberikan hal yang terbaik dalam pertemanan, jika Mia tulus sahabat ataupun teman Mia pasti akan merasakan hal yang sama.” Ujar mama seraya mengelus-elus rambut panjang ku.  

Nasehat yang diberikan mama membuatku sedkit lega, “ah ya sudahlah kenapa aku harus pusing memikirkan Siti,” gumamku dalam hati. 

Keesokan paginya saat menuju kampus, aku bertemu dengan siti dalam angkot jurusan yang sama. Aku lihat siti melirikku dan seperti hendak melirikku, tentu saja melihat gelagat seperti itu aku langsung membuang muka enggan rasanya aku melihatnya diangkot ini setelah kejadian kemaren diperpustakaan yang membuat aku sangat malu.

Dalam pikiranku hatiku berkecamuk dan bertanya-tanya mau ngapain dia kedaerah ini, dia bukan mahasiswa. Pertanyaan ku terjawab keesokan harinya saat Rai menelfonku, Rai termasuk sahabatku, saati itu kami suka berkumpul berempat aku, Rai, Siti, dan Rere. Rai mengatakan bahwa siti baru saja mengunjunginya tadi dikosnya dan ini membuat semakin kesal saja dengan siti semenjak kejadian dia pura-pura tidak mengenaliku.

Lagi-lagi kuceritakan permasalahanku dengan mama, dengan sikapnya yang lembut dan penuh perhatian mama malah menasehatiku.

“Mia seharunya mia tidak usah bersikap seperti itu dengan Siti, jika Siti hendak menyapa Mia jangan pernah bersikap seperti itu. Jika dia lebih mau berkunjung ke kosnya Rai ketimbang harus kerumah kita, coba Mia instropeksi diri apa pernah menyakiti perasaan Siti sebelumnya?” ujar mama

“Persahabatan itu akan menjadi indah bila dari kalian saling memaafkan, seperti indahnya pelangi. Pelangi tidak akan muncul jika tidak ada hujan ataupun badai. Mama rasa pesan mama kali ini cukup untuk membuat mia belajar dewasa dan saling memaafkan.” Ujar mama lagi. 

Akupun bertekad akan mencoba berkunjung kerumah Siti sore ini dan akan meminta maaf padanya, namun sayang aku kalah cepat dari taksi yang menjemput Siti. Yang kudengar dari tetangga disebelah rumahnya ia baru saja berangkat kembali menuju Malaysia untuk melanjutkan kehidupannya disana dan berkemungkinan tidak akan kembali lagi ke negeri ini, Indonesia. 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)

“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.” Begitu yang disampaikan oleh K epala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi   sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12) Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada dis ungai Serkap Semenanjung Kampar Kab upaten Pelalawan , guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.