Aku bersimpuh dibawah kaki langit-Mu
Memandang takjub atas kuasa-Mu
Berharap Kau ridho atas perjalananku
Tunggu aku dipuncak terakir-Mu
Ku goreskan tinta diatas diaryku yang tak lama lagi
akan kusimpan sebab lembarannya sudah terpenuhi oleh berbagai macam keluh
kesahku, sampulnya yang dulunya berwarna biru terang sekarang menjadi biru
kusam dengan berbagai noda yang menempel didepan sampul diaryku, mulai dari
noda spidol hingga sedikit bercak kopi susu dibagian kiri sampulnya. Sampulnya
yang bercorak gambar hello kity kini tak seindah yang aku beli dahulu, lecek,
kotor namun tetap menemani sepanjang malamku dan menampung berbagai keluh
kesalku.
Kulihat lagi lembaran demi lembaran, dimulai dari awal
halaman pertama yang berisikan beberapa tulisan yang kian buram namun tersirat
bahwa kala itu begitu bahagianya aku ketika pertama kali membeli diary dan
mencoba menuliskan perasaanku kala itu.
***
2011
Mungkin kata pernikahan semakin jauh untuk ku, bahkan
antara ada ataupun tiada. Semenjak ia mengatakan pertunangan kami batal aku
rasanya semakin kian terpuruk, padahal baru sebulan pertunangan kami diresmikan.
Beban ini kian menumpuk dipikiranku, dada ini begitu sesak seperti ada
bongkahan batu yang menggelayut direlung jantungku.
Dear dairy……..11.14.11 dikamarku
Diary kenapa dia mengatakan ingin
putus dengan ku? Apa salahku kepadanya diary
Aku sangat terpukul atas
keputusannya meninggalkan aku
Betapa malunya aku jika orang tua ku
bertanya “kemana calon mu?”
Apa yang harus ku perbuat diary?
Oh Tuhan,,,,,,apa ini skenariomu?
Tolong beri aku jawaban atas
scenario Mu ini Tuhan
Tolong berikanlah aku keadilan MU,,,,,,,
Begitu tulisan kesedihan pertamaku yang kutulis
didiary yang berwarna merah jambu ini, seperti orang kehilangan akal aku hanya
bisa menangis dan menangis saja. Orang tua ku tidak tahu akan keputusan dirinya
yang telah membatalkan pertunangannya kepadaku dan memilih berpacaran dengan
perempuan lain, yang memang teman sekantornya dan itu terang-terangan ia
tunjukan kepadaku.
Aku hanya terpaku dan memandang lurus kehadapanya saat
ia meninggalkanku disebuah café, bersamaan ia memperkenalkan keksaih barunya.
Air mataku berlinang, namun segera aku hapus. Malu
rasanya menangis didepan umum, karena memang bukan gayaku melihatkan kesedihan
didepan keramaian. Namun aku menangis dalam hati, tetapi tangisan ini membuat
dadaku kian sesak.
Kesedihanku memang sangat beralsan sekali karena aku
memang sudah berkenalan lama dengannya, hampir sepuluh tahun aku jalan
dengannya walau tanpa ada prasangka apa-apa. Dikampus biru ini aku bertemu
dengannya sebagai calon anggota mahasiswa pecinta alam untuk pertama kalinya.
Hari-hari selalu aku habiskan waktu bersamanya, kadang
hanya sekedar bertanya rute perjalanan menuju tempat kemping yang menyenangkan.
Atau hanya sekedar bertanya ada catatan tentang expedisi sebelumnya kegunung
ini, atau kegunung itu.
Jika aku ingat kembali hari-hari yang kami lalui
sebagai seorang teman, aku masih tak menyangka jika aku yang baru sebulan
bertunangan dengannya akan ditinggalkan begitu saja. Sedih memang namun aku
harus bagai manalagi.
Empat tahun aku menyelesaikan masa studiku dikampus
biru ini, begitu juga dengan dirinya. Dan kami selama enam tahun hanya
dipisahkan dalam segi pekerjaan, aku diterima di perusahaan developer sebagai
marketing dan dirinya bekerja di pembiyayaan bank swasta. Namun kami tetap
selalu berhubungan baik dengan menggunakan telp atau hanya sekedar chatingan.
Akirnya sepuluh tahun berlalu dan saat ini aku berumur
duapuluh tujuh tahun, masa dimana aku harus mencari pendamping hidup. Sayang
karena ketidak pedulianku jarang ada pria lain yang mencoba mendekatiku walau
hanya sekedar ingin berpacaran, tiga bulan yang lalu sebelum ia mengucapkan
akan menikahiku aku putuskan menggunakan kerudung agar hilang kesan tomboy ku.
Maklum aku dibilang tomboy oleh teman dekatku Rie, karena aku memang hobi
kemping tanpa harus memikirkan pekerjaan rumah atau urusan kampus dulunya.
Namun apa yang terjadi hari ini membuatku sangat
terpukul, hilang rasanya akal ini dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Teringat
oleh ku akan hobiku dulu, dan aku putuskan akan mendaki lusa depan agar aku
bisa sedikit refreshing.
Dear dairy,,,,,,,,11.17.11
Besok pagi aku akan pergi mendaki ke
gunung merapi Sumatra barat
Doakan aku ya diary supaya enggak
terjadi apa-apa dengan ku
Tenang saja diary aku pergi berdua
dengah sahabatku Rie
Walau kami perempuan, kami telah
sering mendaki kesana dan tenang saja karena aku dan Rie sudah sering bolak
balik ke sana diary.
Aku butuh waktu untuk berpikir, atas
pertunanganku yang batal
Semoga saja sampai dipuncak nya dan Allah
akan memberikan jawaban Nya untuk ku diary.
Begitu tulisan yang aku tinggalkan keesokan harinya,
semua perlengkapan pendakian telah beres. Slepingbed, kaos kaki, kupluk,
raincoat, jaket, baju ganti, obat-obatan, sarung tangan, makanan selama
perjalanan semua sudah beres dan masuk kedalam kerel. Waktunya berangkat.
Tak lupa pamit kepada ibuku yang memang sangat
kahwatir akan kepergianku karena mereka hanya tahu aku dalam keadaan
bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Lalu kuyakinkan ibuku agar tidak
usah cemas karena ini telah biasa aku lakukan.
Akirnya setelah dua hari perjalanan sampailah aku atas
puncak merpati puncak tertinggi dari gunung merapi ini, aku keluarkan
unek-unekku dan makianku kepada dirinya yang telah memutuskan aku secara
sepihak. Rie yang menemani aku kala itu hanya bisa diam dan membisu, mungkin
tak tahu bagai mana cara menghibur orang yang kemarahannya diubun-ubun kepala.
Setengah jam kuhabiskan tenagaku hanya untuk sekedar
mengeluarkan kata makian, Rie mengajakku turun karena kondisi angin dipuncak
ini kian tak menentu.
“Ayo kita kembali ke cadas,ke camp. Anginnya kuat
sekali, kita salah jadwal berangkat seharusnya jangan bulan November ini. Mana
bulan penghujan lagi,” ujar Rie seraya menarikku.
Namun belum sampai rie menelan air ludahnya, aku
kehilangan keseimbangan, aku terduduk dan mencoba bangkit lagi. Pegangan tangan
Rie masih aku rasakan, namun kabut tebal menghalangi pemandanganku. Aku
berjalan berjongkok agar angin yang menerpa tubuhku agar sedikit berkurang.
Entah ini pengalaman mistisku, genggaman tangan Rie
berganti dengan batuan alam. Batu itu sedikit tersembul keluar dan sisanya
berada didalam tanah, “Rie,,,Rie,,” ujar ku.
Namun kabut tebal ini menelan sosok rie yang
seharusnya berada tak jauh dari sampingku, “oh Tuhan inikah jawaban Mu atas
pinta ku?” ujarku dalam hati.
Ku tutup mata ku dan berharap kabut ini akan segera
berakir, namun sepertinya sia-sia saja. Akupun sedikit panik, namun ku coba
menenangkan perasaanku. Angin begitu kuat menerpaku, sehingga membuat aku
sedikit tersungkur kebelakang. Dan tertidur diantara bebatuan alam ini.
Sudahlah aku sudah tak peduli lagi,,,,,yang aku tahu
aku hanya ingin tidur karena aku sangat lelah sekali, lelah dari cobaan hidup
ini.
Samar-samar aku mendengar seseorang berteriak dan
menangis dihadapanku, “suara Rie,,,ya sepertinya memang suara Rie, aku kenal
dengan suara itu,” bisikku dalam hati.
“Tapi ya sudahlah aku mau tidur,,,aku begitu lelah,”
ujar ku.
Sayup-sayup suara Rie sudah tidak terdengar
lagi,,,,,,,,,
***
2012
Mungkin aku sedikit tertidur dalam jangka waktu yang
lama, sayup-sayup aku mendengar suara tangisan dari kejahuan, entahlah suara
siapa itu. Namun suara itu sepertinya tak asing lagi dalam ingatanku, ingin
segera ku buka mata ini namun begitu berat. Tiba-tiba aku merasakan pipi kiriku
basah, tetesannya menandakan bahwa air itu jatuh dari atas entah lah jatuh dari
mana.
Ku kuatkan lagi gendang telingaku, dan mencoba
menelaahnya dengan ingatanku. Otakku berpikir keras dan sengat kenacang, selang
beberapa jam kemudian aku baru ingat bahwa itu adalah tangisan Rie.
Dimana aku, ujarku dalam hati. Bau obat yang
menyengat, seperti bau alcohol yang berkadar 75%. Kubuka mataku perlahan-lahan
putih, samar-samar ku lihat lanigt-langit dengan cat yang berwarna putih.
Tempat apakan ini semua serba putih saat aku palingkan wajahku kekiri dan
kekanan. Dimana ini tanyaku setengah sadar. Namun tidak ada satu suarapun yang
menjawab pertanyaanku, apa ini disurga? Aku segera meyanikini diriku bahwa ini
bukan surga. Ku tutup kembali mata ini dan mencoba menelaah kejadian yang baru
saja menimpaku.
Oh tidak aku menggeleng dalam hati bahwa ini
kemungkinan rumah sakit. Yah ini pasti rumah sakit, baunya tidak asing lagi. Ujarku
semakin yakin.
Aku segera bangun dari tempat tidurku, dan melihat rie
sedang tertidur disampingku. Kulirik bagian pintu kearah depan, disana ada sova
berwarna merah tua. Warna yang aku suka. Sepertinya terlihat empuk karena ia
sedang menompag tubuh pria diatasnya.
Kuamati siapa pria yang tertidur diatas sofa tersebut,
lamat-lamat dan akupun terkesijap. Hah ternyata diaadalah pria yang amat aku
cintai. Tapi sedang apa dia disini? bukankah dia seharusnya bersama dengan
wanita yang kemaren diperkenalknanya kepadaku. Yang dia akui itu adalah
pacarnya?
Ah galau hatiku memikirkannya, ada sesuatu perasaan
yang amat sangat berat dihatiku. Detik kemudian yang ada hanyalah air mata yang
jatuh ke pipiku, aku limbung karena tidak siap bila harus bertemu dengannya. Saat
ini dengan kondisi seperti ini. Oh tuhan aku begitu sangat mencintai pria yang
ada diatas sofa tersebut. Benarkah ini nyata?
Komentar
Posting Komentar