Langsung ke konten utama

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)



“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.”

Begitu yang disampaikan oleh Kepala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12)

Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada disungai Serkap Semenanjung Kampar Kabupaten Pelalawan, guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.


Tim tersebut terdiri dari beberapa rombongan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau serta beberapa tim rombongan dari Yayasan Mitra Insani (YMI), melihat moment tersebut Tim Redaksi G12 mencoba melakukan liputan eksklusif atas perjalanan mereka.

Hujan rintik-rintik menemani perjalanan kami menuju desa segamai, setelah tim berkumpul didepan kantor dinas perikanan dan kelautan provinsi riau yang berada dijalan Patimura, kami segera melakukan perjalanan menuju kabupaten Pelalawan.

Dari cerita yang didengar oleh Kadis Irwan Effendi, ikan merah tersebut hanya bisa ditemukan di Tasik Serkab dan dari cerita orang lain pula bila ikan ini dikonsumsi, veses yang dikeluarkan oleh yang mengkonsumsi ikan tersebut berwarna merah. Sehingga ini membuat Kadis Irwan Effendi menjadi penasaran seperti apa bentuk ikan merah tersebut dan termasuk spesies apa ikan merah tersebut.

Cerita yang dilontarkan oleh Kadis tersebut dinyatakan benar oleh Dody Faudilah yang merupakan Community Organising (CO) YMI yang pernah mengadakan penelitian kualitas air disana, ia mengatakan memang disana banyak terdapat ikan merah yang bentuk ukuran tubuhnya kecil-kecil.  

Kendaraan yang kami tumpangi tersebut membawa kami menuju jalan kearah Kerinci sebuah kota yang ada di Kabupaten Pelalawan, kota ini terkenal karena di kota ini berdiri perusahaan bubur kertas yang ternama di Asia. Wajar saja jika kota ini cukup terkenal hingga ke manca negara.

Mobil melaju kencang hingga memasuki wilayah bunut, hingga tak terasa sudah hampir tiga setengah jam kami melakukan perjalanan hingga menuju desa Segamai ini, satu hal yang menjadi kekhawatiran kami adalah ketika akan memasuki desa tersebut air laut yang pasang akan menghambat perjalan kami menuju rumah kepala desa segamai ini.

Beruntung setelah sedikit mengadakan percakapan dengan Kepala Desa Teluk Binjai lewat via seluler, menyatakan bahwa saat itu air laut sudah surut dan mobil yang membawa kami dapat langsung menuju kediaman beliau.    

Setelah sampai, didepan halaman kediaman kepala desa tersebut jelas terlihat bekas air laut yang  pasang berbekas di depan tangga rumah kepala desa, jika diukur dengan ketinggian badan terukur jelas bahwa saat itu air pasang lebih dari dua meter dari dasar rumah panggung milik kepala desa.

Setelah dipersilahkan dengan si empunya rumah, kami berbincang bincang sedikit mengenai ikan merah tersebut. Kepala desa segamai membenarkan adanya ikan merah tersebut, ia menambahkan bahwa ada beberap orang yang dahulu melakukan kegiatan illog disana memakan ikan merah tersebut, karena ikan merah tersebut populasinya sangat banyak disana. Dan ceritanya hanya dapat ditemukan didaerah tasik ini, Cuma sekarang kegiatan illog mereka tidak dilakukan lagi karena memang dilarang.

“Makanya sekarang ini entah benar ceritanya karena sudah sangat lama sekali dan jarang juga masyarakat yang datang ketasik tersebut karena keberadaan tasik tersebut jauh dari rumah penduduk dan memang tidak ada akses transportasi menuju tasik tersebut,” ujarnya

Beberapa warga yang kami temui disana ketiga pagi menjelang, menyatakan tidak tau akan keberadaan ikan merah tersebut. Rata-rata menyatakan tidak pernah mendengarnya dan bahkan baru tau keberadaan ikan tersebut karena kedatangan kami disana. Sebagian lagi pernah menyatakan bahwa pernah melihat ikan tersebut, namun hal itu sudah sangat lama sekali.   

Setelah sedikit mengadakan perbincangan dengan masyarakat disana, kamipun melakukan persiapan untuk berangkat menuju tasik besar segamai dengam menggunakan tiga buah pompong yang tak memiliki atap.





Komentar

  1. kok bisa fesesnya warna merah juga yah. apakah ikan ini setelah dimasak, tetap berwarna merah?

    BalasHapus
  2. katanya kalo dimasak warnanya sama sepeti ikan Bilih yang ada di Sumatera Barat mbak. dulu sempat akuh dan bg Herbet kelupasin sisiknya, ternyata sisiknya berubah menjadi cairan warna merah. sampai sekarang belum teridentifikasi ikan itu mbak.

    cerita selengkapnya ada pada bg herbet, bg shodik dan bg dodi :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tumbuhan Sebagai Indikator Dalam Pencemaran Lingkungan

  foto: Internet Tumbuhan dapat digunakan sebagai indikator dalam pencemaran lingkungan, hal ini berkaitan erat dengan ekosistem yang ada disuatu kawasan tersebut. Dan pertumbuhan dari tanaman ini dipengaruhi langsung oleh lingkungan, tumbuhan akan dapat hidup dengan baik apabila kondisi pada kawasan tersebut menguntungkan. Suatu komunitas tumbuhan dapat berperan sebagai pengukur kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, disebut indikator biologi atau bioindikator dengan kata lain dapat disebut juga dengan tumbuhan indikator.

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Pembukaan Panen Raya Nusantara Disambut Meriah Oleh Pengunjung

·          Panen Raya Nusantara Mewujudkan Keadilan Ekonomi Komunitas Berkelanjutan.   foto via @borneoclimate Pembukaan panen raya nusantara diawali dengan pemotongan pita oleh bapak Deputi II Bidang Produksi Kementrian Koperasi Dan UKM, I Wayan Dipta disambut meriah dengan tarian yang dibawakan oleh masyarakat adat suku Papua dengan kolaborasi music dari Kesepuhan Badui. Dalam sambutan pembukaannya Wayan menyatakan bahwa ia sangat senang sekali diundang dalam acara Panen Raya Nusantara (Parara). Sebab visi dan misi dari bidang Produksi Kementrian Koperasi Dan UKM dengan Parara sangat sejalan. “Saat ini Kementrian Koperasi melalui UKM memiliki program memberdayakan produk-produk local dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk-produk luar negeri yang masuk kedalam negeri. Dengan adanya panen raya nusantara ini dapat kita kembangkan dengan kuat produk-produk local yang berkualitas,” ujar Wayan