Langsung ke konten utama

Hutan Adat Larang Rumbio Masih Banyak Temui Tanaman Buah dan Fauna




foto: Internet


Hutan adat larangan yang berada di Kecamatan Rumbio Kabupaten Kampar, yang terkenal akan kelestariannya juga menyimpan beragam flora dan fauna.

Baru saja memasuki kawasan hutan adat larangan rumbio, sudah tampak terlihat jelas beberapa tanaman buah hutan yang dapat dikonsumsi, bahkan dari cerita Ketua Yayasan Pelopor Sehati Masriadi menyatakan bahwa tanaman buah disini memang sangat banyak. Masyarakat juga banyak yang mengambil buahnya dari hutan ini.

“Tetapi jika untuk mengambil kayu dari sini, itu tidak pernah karena dalam peraturan adatnya itu dilarang. Rata-rata buah yang ada disini banyak yang bisa dikonsumsi,” ujarnya


Walaupun hutan adat yang dikelilingi oleh empat desa yaitu Muaro Bio, Padang Matang, Pulau Sarak dan Koto Tibun tidak pernah masyarkat disini mengambil kayunya. Karena masyarakat disini percaya jika mengambil kayu disini akan mendapatkan penyakit.

Beberapa tanaman buah yang sering ditemukan di dalam kawasan hutan ini adalah Cepedak Hutan, Bauh Tampuih, buah Kampak, dan buah Putaran.

Beberapa buah yang ada didalam kawasan hutan ini ini digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, dan sebagai bumbu masakan. Salah satunya adalah buah putaran yang digunakan masyarakat disini sebagai campuaran masakan asam pedas, dan buah kampak sebagai obat tradisional jika susah buang air besar.

Beberapa fauna yang ditemukan didalam kawasan hutan adat larangan ini adalah hewan Noka (monyet ekor hitam), Siamang, Harimau, Beruang Madu, Rusa, Kancil, babi Hutan, Bajing, Biawak, Cengkok, Enggang, Kijang, Landak, Monyet, Raja Udang, Simpai, Tiung, Trenggiling, Tupai, Ungko.


Menurut Masriadi hewan ini sering terlihat bila ada musim berbuah, kecuali Harimau dan Beruang Madu. Yang terlihat hanyalah bekas jejak kaki mereka, dan yang paling terlihat jelas adalah saat musim hujan jejak kaki mereka terlihat dengan jelasnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)

“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.” Begitu yang disampaikan oleh K epala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi   sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12) Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada dis ungai Serkap Semenanjung Kampar Kab upaten Pelalawan , guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.