Langsung ke konten utama

Kasus Pulau Padang Yang Tak Kunjung Usai




Kasus baru kembali muncul di tengah maraknya pemberitaan mengenai pulau padang, kasus terbaru yang kian menyudutkan masyarakat pulau padang atau menjadikannya sebuah alibi untuk mencuci tangan agar kembali bersih dari kubangan atas permasalahan Pulau Padang.

Kasus baru tersebut terkuak saat  ketiga anggota DPR RI mengadakan kunjungan ke kabupaten meranti untuk meninjau permasalahan konflik antara PT RAPP dengan masyarakat pulau padang saat mengadakan dialog dengan masyarakat  Pulau Padang dan berita tersebut marak diberitakan oleh media masa lokal yang ada di Riau. 

Dalam statment yang dikeluarkan oleh Wan Abu Bakar menyatakan bahwa ia melihat aktifitas illegal logging (illog) pada kawasan hutan yang ada di Pulau Padang dan menduga hasil illog tersebut dibawa keluar negeri. Dan masyarakat pulau padang sebenarnya mendukung PT RAPP untuk beroperasi disana. 


Statment yang disampaikan oleh Wan Abu Bakar sah-sah saja namun bagaimana dengan pedugaan sebaliknya, bahwa kayu hasil illegal loging tersebut malah dimanfaatkan oleh perusahaan. Dan bagaimana dengan masyarakat  yang sebagiannya lagi tidak menginginkan PT RAPP hadir dan menggarap lahan mereka. 

Tentu ini menjadi sebuah konflik yang tak akan kunjung usai, bahkan baru-baru ini sejumlah tokoh masyarakat kepulauan Meranti yang terdiri dari Lembaga Adat Melayu (LAM), Mewakili Forum Paguyuban se-Kabupaten Kepulauan Meranti dan Tokoh-tokoh Muda Selatpanjang, mereka mendatangi kantor polisi resort  (Polres) Bengkalis dan meminta kepada kepala Kapolres menindak lanjuti rencana demo warga pulau padang karena dianggap sudah jauh dari etika kemelayuan. 

Namun etika kemelayuan yang mana yang dilanggar oleh warga pulau padang yang kontra dengan perusahaan, jika disandingkan antara etika dengan kebutuhan hidup mana yang lebih dominan. 

Melirik beberapa kasus permasalahan agraria di Suluk Bongkal Kabupaten Bengkalis pada tahun 2008 lalu mengakibatkan seorang warga pulau padang tewas akibat akasi yang di lakukan oleh PT Arara Abadi. http://www.slideshare.net/raflis/kliping-tragedi-suluk-bongkal-presentation

Lalu setahun kemudian Desa Tangung Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu digusur oleh PT, Sumatra Silva lastari (PT.SSI) tiga orang tewas akibat mempertahankan tanah mereka. Tentu saja berita ini marak diberitakan diseluruh media yang ada di Riau.  Akankah ada kasus baru akan timbul setelah adanya pendugaan kejahatahan illegal loging yang dilakukan oleh masyarakat pulau padang?

***
Kasus Pulau Rupat yang telah mencuat sekitar empat tahun yang lalu, dengan diiringi aksi protes keras yang dilakukan oleh masyarakat sekitar sampai saat ini belum menunjukan penyelesaian. Mediasi yang telah dilakukan oleh pemerintahpun tak jua membuahkan hasil.

Mereka menuntut lahan yang diambil oleh PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dikembalikan pada mereka. Pulau Rupat berada di Kabupaten Bengkalis, Riau.


PT SRL bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI). Masuk di wilayah Pulau Rupat sejak terbitnya SK tahun 2007.  Mulai beroperasi tahun 2008.  Pada 2011 PT SRL mulai masuk ke tanah masyarakat. “Perusahaan itu seperti siluman,” kata Sugianto menggambarkan cara PT SRL masuk wilayah Pulau Rupat.

Sugianto paparkan masyarakat mulai marah saat PT SRL membabat dan merusak lahan mereka, membuat kanal demi kelancaran operasional kerja. Lebar kanal  sekitar 7 meter, panjang seakan membelah hutan. SRL juga babat pepohonan.

Dua desa, Pargam dan Mesim kemudian bergabung dan berdemo ke Gedung DPRD Bengkalis dan Kantor Bupati Bengkalis melihat kondisi kehidupan mereka. Desa Pargam tanahnya kena sekitar 4000 hektar, Desa Mesim kena 1500 hektar.

Sugianto cerita, persis seperti Pulau Padang, warga Pulau Rupat pun pernah melakukan aksi pembakaran 6 eskavator milik PT SRL. Aksi berbuntut dengan ditangkapnya para pelopor dan penggerak aksi tersebut. “Pergerakan anarkis sudah tidak bisa dielakkan jika tidak ada mediasi,” terang Sugianto.

Usai paparan dari mahasiswa Pulau Rupat, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Aang dari Bahana bertanya apa dampak masuknya PT SRL dari sisi, politik, dan lingkungan. “Perlu kajian lebih dalam. Kalau tadi teman-teman hanya paparkan kronologis aksi,” kata Aang.

Sugianto jelaskan, dari sisi ekonomi, masyarakat Pulau Rupat akan mengalami kerugian karena kehilangan lapangan kerja. Di segi lingkungan, tanah gambut Pulau Rupat bisa  tenggelam. “Menurunnya tinggi tanah sehingga air laut naik ke wilayah tersebut,” kata Sugianto. Ia juga katakan Pulau Rupat masuk kriteria pulau kecil, namun ia tak ingat persis luas pulaunya.

Sebelum akhiri diskusi, para mahasiswa Pulau Rupat disarankan agar mulai melirik media online untuk bantu advokasi masalah mereka

Konflik sengketa lahan di Pulau Rupat dipicu oleh terbitnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) Nomor: 208/Menhut-II/2007 dengan luas 38.210 Hektar (ha) bagi PT SRL. Izin yang secara sepihak dari Menteri Kehutanan itu lantas memicu kemarahan warga yang akhirnya mengakibatkan konflik berkepanjangan selama lebih kurang tiga tahun terakhir

----
Ditulis saat masih menjadi jurnalis di tahun 2011 :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)

“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.” Begitu yang disampaikan oleh K epala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi   sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12) Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada dis ungai Serkap Semenanjung Kampar Kab upaten Pelalawan , guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.