Pantai Parang Teritis
Kaki kecilnya menapaki panas nya kota ini
Hanya bermodalkan plastik kecil dari bekas permen yang
berkelas
Panasnya bumi tak pernah dihiraukannya
Hanya bertekad satu niat
Hidup hanya untuk selembaran kertas dari penderma
Tubuh kecilnya yang kian ringkih,,,
Seakan tak kuat menahan tubuhnya
Sudah hampir sepekan ia tak makan
Yang lain tau, tapi tak peduli
Yang lain tau, tapi tetap acuh
Malah pura-pura tak tau
Kehadirannya sebagai peminta dipandang sebagai sampah
Jijik, jika si bocah mendekat meminta derma padanya
Mengulurkan satu lembaran kertas berharap ia cepat
berlalu
Mengibaskan tangan menghalau bau si bocah
Baunya memang menyengat
Wajar karena telah sebulan tak pernah mandi
Si bocah duduk disudut kota yang kian senja
Emperan toko tertutup adalah tempat favoritnya
Koran bekas sebagai alasnya
Berselimutkan angin yang kian malam
Duduk lusuh memandangi hasil dermaan
Hanya lima ribu dua ratus yang didapatinya
Lalu menghelan nafas,,,,,huff “hanya cukup setoran”
Si bocah bergumam sambil berharap
“Tidak makan lagi hari ini,,,
Semoga ia tak datang mengambil setoran
Usus ku sudah tipis dan perih,,,lapar,,,
Aku mau makan,,,,.”
Si bocah duduk meratapi nasib
Delapan tahun hidup dijalan sesuai umurnya
Meratap nasib sebagai anak buangan dan peminta
Lima ribu dua ratus kini tak ditangannya
Berharap mereka yang lewat membuang sisa makanannya
Kini diseluruh penjuru mata dunia memandang si bocah
Kadang berdecak kesal, mencarut marut
Atas ketidak adilan untuk si bocah
Sibocah hanya diam terpaku
Tak bergeming
Tangannya lunglai sudah
Matanya terpejam
Si bocah sudah pergi untuk selamanya
Banyak yang berduka untuk si bocah, entah kenapa
Sebagian mengambil keuntungan dari matinya si bocah
Beberapa pejabat HAM dan Perlindungan anak mulai
berkomentar
Bernyanyi-nyanyi di media tanpa tindakan
Berkat sibocah namanya kembali berkibar di surat kabar
Jika sibocah tiba-tiba bangun dan menjerit “oi,,kemana
aja kalian selama ini?”
Hah,,,mau bilang apa?
Pekanbaru, 25 oktober 2011
Untuk FLP
Komentar
Posting Komentar