Langsung ke konten utama

Sungai Siak Riwayatmu Kini,,,,

foto: ikhwandho.wordpress.com

Sungai Siak merupakan sarana satu-satunya transportasi yang paling efisien sebelum adanya transportasi dari darat dan udara. Wajar saja pada perkembangan sejarah kota merupakan faktor  transportasi utama yang menunjang perkembangan suatu kota. Daerah sepanjang aliran sungai adalah merupakan daerah yang paling strategis untuk bermukim. Khususnya bagi kaum pendatang yang pada awalnya menggunakan transportasi air (sungai dan laut), maka daerah pinggiran sungai adalah yang paling mudah dicapai, yang kemudian digunakan sebagai tempat tinggal, tempat berusaha, baik untuk sementara maupun menetap.


Berbicara mengenai siak, dahulunya masyarakat siak yang bermukim pada aliran sungai ini selalu memanfaatkannya sebagai keperluan sehari-hari, bahkan sebagai mata pencarian penduduk siak. Namun saat ini jika berbicara mengenai kualitas airnya, air siak mengalami kemerosotan yang sangat signifikan sekali. Bahkan sungai siak ini tercemar limbah dari beberapa pabrik yang berdiri di sekitar sungai siak ini.

Dari waktu-kewaktu daerah kawasan pinggiran sungai juga mengalami pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan itu meliputi jumlah hunian, penghuni, dan kegiatan-kegiatan penghuninya. Karena pertumbuhan yang terjadi tidak terkendali, membuat kawasan ini semakin padat. Dan karena tidak teratur sehingga terkesan kumuh. Kemudian masalah lainnya muncul, yaitu terganggunya kualitas lingkungan, baik yang menyangkut mutu air sungai sebagai sumber air bersih (pencemaran air akibat pemanfaatannya sebagai sarana MCK dan tempat pembuangan sampah), maupun lahan di sepanjang sungai yang terkikis akibat erosi, dan lain-lain.

Sungai Siak pun saat ini tidak lagi menjadi sungai yang terdalam di Indonesia, padahal dahulunya sungai siak memiliki kedalaman mencapai 30 meter. Akibat terjadi nya mendangkalan serta tenggelamnya sampah sampah anorganik membuat suangi siak kini hanya memiliki kedalaman 18 meter saja. Sebelum terjadi pendangkalan kapal-kapal tanker dan kapal peti kemas.

Namun sampai saat ini, anak-anak pinggiran sungai siak masih dapat menikmati air sungai siak walaupun kini sungai siak dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan kualitas jauh dari kata kelayakan akibat tercemarnya sungai dari limbah industry.

Dari atas jembatan siak II ini, saya melihat anak-anak tetap asik berenang sambil becanda dengan sesama rekan sepermainannya, tidak jauh dari anak-anak pinggiran sungai ini ibu-ibu yang sedang asik mencuci pakaiannya juga tak menghiraukan banyaknya kuman dan bakteri yang akan bersarang di dalam kain cucian mereka.

Saya juga terharu dengan cerita bapak Kamal (60) seorang penarik perahu saat bercengkrama dengan beliau, ia menyatakan bahwa saat ini sangat sulit untuk mendapatkan penumpang. Sebab semenjak selesainnya proyek jembatan Siak III, dirinya malah kehilangan penumpang.

Dan sayapun melihat perubahan hal tersebut, dahulu ketika kecil para pelayang (sebutan penarik perhu) sering dijumpai didaerah pinggiran sungai siak, namun saat ini jarang di temui adanya penarik perahu penyebrangan akibat munculnya jembatan-jembatan penyebrangan.

Akirnya sebagian masyarkat beralih dari pekerjaan ini, bahkan nelayan disungai siak ini, mengakui bahwa ikan hasil tangkapannya jauh berkurang dari tahun sebelumnya. Penduduk yang ada disekitar sunagi siak lebih memilih mencari pekerjaan  serabutan ketimbang harus menjadi penagayu perahu dan nelayan, karena pendapatan menajdi pekerja serabutan lebih menjanjikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)

“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.” Begitu yang disampaikan oleh K epala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi   sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12) Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada dis ungai Serkap Semenanjung Kampar Kab upaten Pelalawan , guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.