Tulisan lama yang bersamayam difolder lepiku,,, sebaiknya kuunggah sebagai cerita jalan hidupku. mana tau besok-besok lepiku mengalami penuaan yang akirnya seluruh filenya hilang.
semoga yang baca tidak bosan ya baca cerita ini, lumayan panjang soalnya ^_^
--------
By. Dona rahayu
Selasa (17/05/2009) Seseorang yang kami
tunggu-tunggu dari pukul 13.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB dari Bandara Sultan
Syarif Kasim II, akirnya tiba juga. Pria berkulit sawo matang, berambut pendek dengan
menggunakan kaos oblong berwrna hitam, bertuliskan “AMAN” sedangkan pada bagian
punggung kaos belakang tersebut bertuliskan “penuhi hak-hak masyarakat adat”, menyapa kami dengan
ramah “hai apa kabar??” yang ternyata pria tersebut bernama monang.
Setelah bertemu dengan beliau di bandara
tersebut kamipun malanjutkan perjalanan menuju talang mamak dengan menggunakan
avanza berwarna hitam. Mobil melaju dengan kencang meninggalkan bandara sultan
syarif kasyim II, dalam perjalanan tersebut kami mampir dahulu di rumah makan
Puti Buana, maklum dari pagi kami belum menggajal perut kami dengan makanan
wajar saja kami terasa sangat lapar dan ditambah lagi kami akan mengadakan
perjalanan yang sangat jauh.
Oh ya,,saya belum memperkenalkan beberapa crew
yang melaksanakan perjalanan ke talang mamak ini, mungkin akan saya daftar dari
sang pengemudi arga, wisda, efrianto, ulil amri, monang, akhwan, dan tentu saja
saya dona rahayu.
Mengingat perjalan yang akan menempuh waktu
sekitar 10 jam, kami rehat dahulu sambil memesan beberapa makanan yang ada di
rumah makan tersebut. kami memesan makanan kepada sang pelayan rumah makan, dan
tentu saja tak lupa dengan segelas jus. Saya dan bang efrianto memesan jus
jeruk dan dan yang lainnya memesan jus buah naga. Kak wisda yang baru pertama kali
mencicipi jus tersebut akirnya menjadi ketagihan padahal awalnya kak wisda
memesan jus mangga dan sirsak.
Pada pukul 16.30 kami melanjutkan perjalanan
menuju talang mamak dengan menggunakan jalur pasir putih yang melewati
pesantren teknologi yang bertaraf internasional. Perjalanan agak sedikit
terganggu dengan keadaan kondisi jalan yang belum beraspal, memiliki banyak
lobang-lobang yang besar. Sehingga mobil yang kami tumpangi tersebut harus
mengurangi kecepatan, selama melewati jalan tersebut kami selalu di sungguhi
pemandangan yang tidak menyenangkan, truk-truk yang berukuran besar melintas di
jalan tersebut sambil membawa ratusan atau mungkin ribuan kayu akasia dan ini
membuat hati saya menjadi miris.
Dan selama perjalanan saya akirnya hanya tidur
karena tidak tahan dengan perjalanan jauh
Pukul 21.30 WIB kami berhenti sejenak di salah
satu kedai di daerah air molek, ketika saya turun dari mobil yang saya tumpangi.
Aroma yang khas dan tak asing lagi bagi penciuman saya menari-nari di sekitar
hidung saya, dengan reflaek yang begitu hebatnya saya langsung menutup hidung
saya dengan kedua tangan saya aroma kejam tersebut adalah aroma durian. Yah memang sebagian besar orang menyukai
aroma durian, tapi tidak bagi saya.
Akirnya pada pukul 22.00 WIB kami memulai lagi
perjalanan kami kali ini tentu saja saya kembali tidur. Tibalah kami di persimpangan jalan menuju Dusun
Ampang Delapan, namun sayang perjalanan kali ini
mendapatkan rintangan yang begitu dasyat, kami melewati jalanan yang menurut
saya seperti lapangan ofroad. Berkali kali bang arga turun untuk memastikan apakah jalan tersebut
bisa dilaui atau tidak, dan apa yang dikhawatirkan
oleh crew terbut menjadi kenyataan mobil yang kami tumpangi tersebut terperosok
kedalam lobang yang cukup besar. Dengan
keahlian, kemampuan dan kematangan dalam pengambilan jalan oleh bang arga
kamipun berhasil melewati jalan tersebut dengan selamat.
Sekitar pukul 23.30
WIB kamipun sampai di halam rumah bapak gondok, beliau adalah seorang kepala batin
di Ampang Delapan Talang Mamak. Batin yang dimaksud disini sama halnya dengan
kepala dusun. Saat hendak turun saya membuka pintu mobil yang kami tumpangi,
jelas terdengar suara mensin genset yang memecah kesunyian malam di desa ampang
delapan. Suara genset tersebut jelas menandakan bahwa akan ada kegiatan besar
yang akan dilaksanakan didesa tersebut, terangnya bulan pada malam hari ini
seolah-olah juga menyambut akan dilaksanakannya MUSDA I AMAN INHU di Desa
Ampang Delapan Talang Mamak ini.
Crew yang sudah duluan
naik kedalam rumah panggung milik Batin Gondok duduk bersila ssetelah bersalam
dengan seluruh bapak-bapak yang hadir di dalam rumah pak gondok, tak mau
ketinggalan sayapun latah mengikuti mereka. Satu hal yang saya tangkap pada
malam hari itu adalah terjalin rasa persaudaraan yang tinggi, coba bayangkan
mereka yang tadinya telah tertidur pulas dengan relanya bangun untuk menyambut
kehadiran kami. Suasana semakin akrab saat kami duduk berkumpul didalam ruangan
8x16 M2, dengan membicarakan hal-hal yang menyakut perkembangan
talang mamak ini pastinya. Bang arga tertarik dengan dua buah keranjang yang
berisikan sirih, dengan suka rela saya mengambilkan keranjang tersebut untuk
bang arga.
Saya akui bahwa saya
sedikit tidak sopan dalam mengambil keranjang tersebut karena main ambil saja,
bang arga pun memberikan sedikit wejangan jika hendak mengambil sesuatu di
rumah orang lain apalagi ini adalah rumah kebatinan. Dan kali ini bang arga
mulai mengerjai saya dengan mengatakan bahwa buah pinang ini rasanya manis bila
di makan, “cobalah don enak neh, rasanya manis,” ujar bang arga. Karena pernah
melihat anak satu Homestay Brimapala Sungkai memakan pinang tersebut, akirnya
aku mencobanya dan ternyata rasanya tidak enak alias kecut.
Dan tiba-tiba pada
pukul 24.30 WIB bang arga teringat ssesuatu hal yakni rokok menayan, akupun
bertanya “apa tuh bang rokok menyan?”, “itu ha rokok llintingan dari tembakau
yang dikasih menyan?” ujar bang arga. Dan aku berpikir, “rokok dikasih kemenyan
batu???”. Maklum lah yang aku tau menyan itu berupa batu ternyata pemikiran ku
itu salah ada juga rupanya kemenyan dari getah pohon menyenan.
Bang arga pun bertanya
dengan bang gilung, beliau merupakan masyarakat talang mamak dusun ampang
delapan dan hubungan mereka juga sudah sangat akrab satu sama lainnya. “lung
ada rook menyan?” Tanya bang arga. “tunggu ya gak aku carikan.” Jawab bang
gilung. Pergilah bang gilung kedapur untuk mencari rokok menyan tersebut.
Sejurus kemudian bang gilung datang dengan membawa satu kantong rokok menyan,
dan tentu saja harus kita sendiri merakitnya judulnya saja sudah rokok
lintingan. Hehehe,,,,,
Aroma ruangan akirnya
semerbak dengan bau kemenyan yang keluar dari rokok bang arga, kak wisda yang
duduk disebelah bang arga tentu risih dengan bau tersebut dan menanyakannya
dengan ku, “mhh…bau menyan ya don, gak enak”. “wah dona nggak ke cium baunya
kak”, jawab ku. Maklumlah aku kan lagi pilek jadi hidungnya mampet.
Malam sudah semakin
larut aku dan kak wisda pun sepakat untuk tidur dan mengganti celana panjang,
maklum saja kami menggunakan celana jeans jadi agak sedikit risih bila dibawa untuk
tidur. Kamipun pergi menggantinya. Saat akan mengantinya didapur kami temui
beberapa amai-amai (panggilan mama bagi orang talak mamak) yang sedang memasak
air panas untuk menyeduh kopi bagi kedatangan kami. Selesai kami mengganti
pakaian kamipun bergabung dengan amai tersebut dan bercerita sedikit. Pukul
02.00 WIB akirnya kami semua sepakat untuk tidur, karena mata ini sudah tak
tahan lagi untuk terus tetap berjaga semalamam penuh.
Pukul 07.00 WIB kami
terjaga dan bersiap-siap untuk mandi dan berbenah diri, dan rencananya pagi ini
kami kami akan mengunjungi sekolah yang berada didepan rumah batin gondok.
Begitu terhenyak kami
melihat kondisi sekolah yang dinamai SD Yayasan Talang Mamak Mandiri, yayasan
tersebut mengantongi izin dari mentri pendidikan pada tahun 2010 yang lalu. Sekolah
yang jauh dari kata kelayakan ini memiliki 24 murid, yang terdiri dari 5 orang
murid kelas 5, 2 orang kleas 4, dan selebihnya adalah murid campuran dari kelas
3,2 dan 1. Dan kamipun sedikit berbincang-bincang dengan kepala sekolah yayasan
tersebut. Dan tentu saja apa yang beliau sampaikan sama dengan cerita guru-guru
lain yng tinggal didalam daerah terpencil yaitu tidak ada bantuan sama sekali
oleh pemerintah, baik provinsi maupuan pemerintah pusat.
Lebih miris lagi
ketika kami berkunjung dan melihat keadaan sekolah serta perpustakaannya,
bangunan sekolah yang minim akan sarana dan prasarana pembelajaran. Bangunan
gedung terbuat dari papan, bangku sekolah hanya terdiri dari empat bangku yang
panjang dan diisi oleh 2 hingga empat anak SD, lantai yang berdebu, dan pustaka
yang sangat minim oleh buku dan itupun edisi tahun 2006.
Pukul 09.00 WIB Musyawarah Daerah AMAN I mulai
dilaksanakan, beberapa masyarakat yang sudah berdatangan telah bersiap-siap
untuk melaksanakan MUSDA AMAN I Inhu
yang diadakan di rumah Begawai Batin Amapang Delapan Talang Mamak. Kami pun telah siap untuk hadir dalam acara
tersebut, aku yang tadinya hanya sekedar ikut saja, tiba-tiba diminta untuk jadi pembawa acara
dalam MUSDA AMAN I tersebut.
Dan tentu saja aku sedikit grogi karena tidak ada
keterampilan meng-MC sebelumnya.
Bau kemenyan merebak dalam ruangan yang
berukuran 8x16 M2 , hal ini bertanda bahwa pembukaan MUSDA AMAN I
Inhu akan dilaksanakan, pelaksanaan MUSDA AMAN I Inhu ini dibuka dengan
melaksanakan upacara adat, dimana upacara adat ini dilakukan dengan menggunakan
pembakaran kembang menyan (kemenyan). Pembakaran ini merupakan tradisi dari
masyarakt adat talang mamak bila ada acara yang menurut mereka merupakan acara
besar. Masayrakat adat talang mamak masih percaya bahwa bila kemenyan dibakar
akan mendapatkan berkah oleh Allah SWT dan mendapatkan keselamatan oleh Allah
SWT.
Acara dibuka oleh badan pelaksana harian (BPH)
AMAN wilayah riau oleh Efrianto, dalam pembukaan tersebut efrianto menyatakan
bahwa masyarakat adat talang mamak harus bersatu untuk mendapatkan kembali
hak-hak yang selama ini tidak didapatkan oleh masyarakat adat talang mamak. Sehingga
masyarakat adat talang mamak selama ini tertindas oleh kebijakan-kebijakan yang
diatur oleh orang luar demi mendapatkan keuntungan bagi mereka sendiri.
Dengan semangat yang berapi-api efriato terus
menyampaikan sambutannya kepada masyarakat adat talang mamak yang hadir dalam
acara tersebut. Sehingga masyarakt adat yang hadir dalam acara tersebut sangat
antusias mendengarkan efrianto menyampaikan kata sambutannya.
Dan tibalah waktunya Arifin Saleh (kami
memanggilnya bang Monang) selaku perwakilan pusat
mengatakan dalam sambutannya bahwa dengan adanya organisasi aman ini dapat
membangun kepercayaan diri masyarakat adat dalam kehidupan sehari-hari, serta
membela dan memperjuangkan msyarakat adat dari beberapa ancaman yang masuk
dalam masyarakat adat serta yang dapat merugikan masyarakat adat itu sendiri.
Bang monang
menambahkan, “Karena selama ini masyarakat adat yang ada
dibeberapa daerah di indonesia, merasa tidak percaya diri dengan diri mereka
sendiri karena ada beberapa perkataan atau cemoohan yang terjadi kepada
masyarakat adat. Salah satunya yang sering kita dengar adalah masyarakat adat
tersebut kolot, tidak berpendidikan, tertinggal, merupakan orang hutan. Dengan
adanya perkataan ini tentu saja membuat masyarakat adat yang ada dibeberapa
daerah tersebut menjadi minder dan malu. Dan seharusnya mereka tersebut harus
kita dampingi dan kita beri pemahaman.”
“Dan jangan sampai masyarakat adat tersebut
seperti tikus yang mati di lumbung padi, menjadi pencuri diatas hartanya, serta
menjadi korban atas perbuatan orang lain.” Tambah bang monang.
Dan tentu saja apa
yang disampaikan bang monang membuat aku sedikit merinding, namum apa yang
disampaikanya memang benar adanya.
Selesai bang monang menyampaikan
aspirasinya, dia menyuguhi kami dengan beberapa film tentang masyarakat adat
yang ada di Kalimtan, Papua, serta Jambi. Dan tentu saja sudah bisa di tebak,
mata ku berkaca-kaca menahan air mata yang mulai keluar secara perlahan saat
menyaksikan film tersebut.
Selesai acara menonton film, masuklah acara
berikutnya yaitu memilih pimpinan siding yang akirnya dipimpin oleh Edi Ahmad dari Batang Cenaku, Wakil Ketua: Sagap dari Ampang Delapan Durian Cacar,
dan Sekretaris
oleh Kadir dari
Batang Cenaku.
Dalam musyarawarah tersebut beberapa pemaparan
program AMAN yang disampaikan oleh edi ahmad yang disambut antusias oleh
masyarakat adat salah satu nya adalah program berdaulat secara politik. Program
tersebut berisikan mengembalikan dan menjalankan sistim musyawarah adat untuk
mengambil keputusan, pendaftaran dan pemetaan wilayah adat, dan membuat
pengumpulan cerita dan komunitas adat.
Diskusi berlanjut dengan beberapa pertanyaan
yang disampaiakan oleh beberapa kebatinan mulai dari permaslahan yang ada di
dalam masyarakat adat talang mamak tersebut. Salah satu permasalahan yang
disampaiakan peserta adalah tidak adanya peraturan pemerintah yang memperhatikan
permasalah mereka menganai hukum, dan beberapa kepala desa atau kebatinan yang
tidak mengenali dimana saja batas wilayah mereka.
Hal ini ditanggapi oleh monang dengan antusias
dengan mengatakan bahwa masyarakat harus menyelesaikan permasalahan yang
terjadi apabila ada beberapa permasalahan tersebut timbul dari masyarakat itu
sendiri dan solusi nya untuk mengenal tapal batas dari talang mamak maka di
perlukan adanya pembuatan pemetaan, dimana pemetaan ini sangat membantu
masyarakat adat talang mamak.
“Dan bila ada kasus seperti penjualan tanah
kepada orang luar yang terjadi saat ini, saya tidak menemukan solusinya, saya
hanya bisa menyarankan jika memang tanah itu mau dimiliki lagi ya terpaksa
masyarakat harus menyumbang uang untuk membeli tanah tersebut”, ujar monang
Monang menambahkan Jalan satu-satu nya pada
saat ini adalah melakukan pemetaan pada daerah talang mamak, dimana pemetaan
ini bertujuan untuk mengetahui letak batas-batas wilayah adat talang mamak yang
saat ini belum diketahui dan tinggal berapa hekatar wilayah talang tersebut
tinggal. Dan dalam pemetaan ini masyarakat harus mau dan ingin untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai pemetaan.
Salah satu datuk dari masyarakat adat talang
mamak menyampaikan keluhan dan kisanya kepada kami kenapa bisa terjadi adanya
kebun sawit yang ada didaerah talang mamak ini. Berikut yang disampaikan oleh
datuk tersebut. “Adat kami ini diatur oleh peraturan adat dengan adanya
pemangku adat, dan anak anak kami saat ini sebagai penerus kami tidak
mengetahui bebrapa konflik pertanahan yang terjadi beberapa waktu yang lalu
sangat membuat saya tidak bisa berbuat apa. Ditambah lagi pada tahun yang lalu
perusahaan swasta (PT. SAL) yang mengambil tanah kami dengan menggunakan surat
yang kami tidak tau di paksa untuk menanda tangani beberapa surat tersebut, dan
yang kami lihat saat ini ternyata sudah berdiri kebun sawit.”ujar datuk
tersebut.
“Untuk
menjalankan organisasi ini saya berharap bahwa anggota dewan dan BPH tidak tergiur akan uang dan jabatan, amanah
yang di berikan oleh seluruh masyarakat adat kepada dewan pengurus sebaiknya
dilaksanakan dengan baik” ujar
datu tersebut menambahkan.
Pukul 16.45 WIB
akirnya selesai juga MUSDA AMAN I INHU ini diselenggarakan, dengan terpilihnya
Badan Pengurus Harian (BPH) bapak Abu Sanar dari desa kejangki. Tentu saja sesi
yang terakir ini merupakan moment yang sangat menyenangkan, yakni foto-foto.
Sekitar Pukul 17.37
WIB kamipun bersiap-siap untuk pulang menuju Pekanbaru, untuk keluar dari dusun
ampang delapan tersebut kami menggunakan motor. Karena mobil yang kami tumpangi
sudah keluar duluan dari kami, karena tadi siang dusun tersebut sempat dilanda
hujan walau waktu intervallnya hanya sebentar. Jika jalan menuju arah keluar
dusun tersebut terkena iar hujan tentu saja membuat jalan yang ada menjadi
sangat jelek dan berlumpur, karena jalan tersebut belum diaspal. Makanya
alternative yang ada kami menggunakan motor.
Setelah berpamitan
dengan seluruh warga dusun ampang delapan kami memulai perjalanan yang sangat
menegangkan, coba bayangkan saja jalan yang berlumpur, tanjakan yang tinggi,
licin, berlobang dilalui dengan kecepatan tinggi sekitar 60 Km/jam dan
perjalanan ini membuat ku deg degan. Yanto yang membonceng kupun dengan
santainya melaju diatas lumpur, padahal motor yang kami naiki sering bergeser
dari lintasannya. “Huf….sangat mengerikan ujarku, yanto bisa diperlahan sedikit
tidak laju motor kita?”, pintaku. “ok,
kak”, jawab yanto.
Selang beberapa menit
kemudian yanto lupa akan janjinya, mungkin sudah kebiasaan menggendarai motor
dengan kondisi medan yang seperti itu, yanto pun semakin melaju. Akupun akirnya
hanya bisa mengela nafas dalam-dalam, untuk mengurangi ketakutaku aku memilih
menutup mata agar tidak melihat kondisi jalan. Belum sempat hal itu aku lakukan
motor kamipun akirnya terperosok kedalam lobang yang besar dan berlumpur, untungnya
kami tidak sempat jatuh hanya sekedar terperosok saja.
Akirnya kami keluar
juga dengan selamat dari dusun ampang delapan ini, huf,,,, setelah sedikit
berfoto-foto dan bersih-bersih dari lumpur yang melekat tadi kamipun
melanjutkan perjalanan menuju pekanbaru. “semoga perjalanku ini membawa
pengalaman, serta pelajaran yang baru mengenai masyarakat adat talang mamak
yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan, dan aku berharap AMAN dapat
mendampingi mereka selalu serta memberikan jalan keluar bagi permasalahan
mereka yang cukup pelik.” Ujar ku dalam hati.
Komentar
Posting Komentar