Langsung ke konten utama

Terminal Benih “Menjaga Warisan Benih Lokal” Turut Dalam Panen Raya Nusantara


Siapa sangka, keberadaan benih hibrida yang dikelola oleh secara konvensional oleh pemerintah membuat hampir 85% benih local yang ada seantero negeri Indonesia malah mengalami krisis. Bahkan mengalami kelangkaan dan hampir punah. Tahukah kamu bahwa benih local itu sifatnya lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan benih hibrida? Ini berhubungan dengan sifat getik dari benih local yang tahan terhadap suhu tanah, lingkungan yan memang sudah dimiliki secara alami jika dibandingkan dengan benih yang dikelola secara konvensional.




Untuk menyelamatkan benih local tersebut, beberapa individu, komunitas dan beberapa lembaga swadaya masyarakat mencoba menyelamatkan wairsan benih local agar kehadirannya tetap selalu eksis dan terjaga hingga anak cucu kita nantinya.

Di sebagian tempat benih lokal warisan sudah punah sama sekali, namun dilain tempat masih ada sedikit dan terus dipertahankan. Kita bisa memulainya dengan mengumpulkan dan menanam benih-benih itu. Memperbanyak penyebaran benih-benih lokal, membuatnya bertahan dari gempuran benih pabrikan yang dipantenkan. Makin banyak komunitas yang menanam dan memuliakan benih-benih lokal dengan sendirinya benih warisan itu akan terjaga. Inilah yang menjadi alasan lahirnya TERMINAL BENIH

Tujuan adanya Terminal Benih adalah untuk mengkampanyekan pertukaran benih dan tanaman lokal secara lebih masif dan terjangkau. TB bercita-cita menjaga benih warisan yang masih ada dan menyebarluaskan, bersama dengan upaya menemukan gagasan-gagasan baru bagi ekonomi yang mandiri, berkelanjutan dan bermartabat. Tak hanya menjadi “terminal” benih lokal warisan, tapi juga “terminal” pertukaran gagasan dan pengetahuan serta kerjasaman komunitas yang mendukung penyelamatan benih dan kemandirian pangan.


Dengan kehadiran Terminal Benih dalam acara Panen Raya Nusantara ini berharap dapat memperkenalkan kepada khalayak ramainya khususnya warga perkotaan Jakarta untuk dan dapat mengenali bahkan memelihara benih local agar keberadaannya tidak menjadi legendaries bagi warga perkotaan. Selain itu warga kota yang saat ini sedang demam urban farming dapat membudidayakan warisan local ini agar dapat terus bertahan dan tetap eksis. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)

“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.” Begitu yang disampaikan oleh K epala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi   sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12) Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada dis ungai Serkap Semenanjung Kampar Kab upaten Pelalawan , guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.