Wanita di jajah pria sejak dulu, animo ini masih sering saja terdengar dikalangan masyarakat banyak, memang sebelum kedatangan Islam, wanita merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah mata. Bahkan bukannya hanya sekedar pembicaraan namun permasalahan ini terbukti di dunia trading, dimana pria masih mendominasi profesi trader dibandingkan trader wanita. Baik pria dan wanita, masih belum banyak yang mengenal atau mengetahui adanya eksistensi seorang trader wanita professional yang sukses menjalaninya menjadi sebuah karir / pekerjaan.
Trader wanita percaya bahwa dalam dunia trading forex atau index menjadi tempat di mana mereka lebih “dinilai” bedasarkan performance mereka, dibandingkan dengan perbedaan gender semata yang umumnya mengesampingkan peran wanita di dalamnya.
Potensi-potensi besar yang dimiliki kaum perempuan sebenarnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, kemakmuran, kemajuan sosial, perdamaian dan pemerintahan. Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD menetapkan keterwakilan perempuan minimum 30 persen dari seluruh calon anggota DPR dan DPRD yang diajukan oleh setiap partai politik.
Sedikit kutipan dari buku yang ditulis oleh Dr. M. Quraish Shihab mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa, wanita adalah sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh dan hati manusia bukanlah pria maupun wanita. Oleh sebab itu al-Qur’an meniadakan tema wanita dan pria agar tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara kedua jenis manusia tersebut. Ketika masalah wanita dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal tersebut tidak dapat dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria.
Tentunya masalah-masalah fiqhilah yang mengurusi pembagian masalah tehnis pelaksanaan, apa saja yang harus dilakukan pria dan tidak boleh dilakukan wanita. Namun, sekali lagi itu hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis semata. Adapun dalam masalah pengetahuan tafsir, filsafat dan irfan, tidak ada pembahasan tentang perbedaan antara pria maupun wanita, yang menentukan adalah sisi kemanusiaan.
Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.
Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan menyangkut pekerjaan perempuan yaitu bahwa "perempuan mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut".
Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai-sampai mereka terlibat secara langsung dalam peperangan-peperangan, bahu-membahu dengan kaum lelaki. Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan. Ahli hadis, Imam
Bukhari, membukukan bab-bab dalam kitab Shahih-nya, yang menginformasikan kegiatan-kegiatan kaum wanita, seperti Bab Keterlibatan Perempuan dalam Jihad, Bab Peperangan Perempuan di Lautan, Bab Keterlibatan Perempuan Merawat Korban, dan lain-lain.
Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi saw. aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, antara lain, Shafiyah bin Huyay196 --istri Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya.
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang perempuan yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam bidang jual-beli.
Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad, kisah perempuan tersebut diuraikan, di mana ditemukan antara lain pesan Nabi kepadanya menyangkut penetapan harga jual-beli. Nabi memberi petunjuk kepada perempuan ini dengan sabdanya:
Apabila Anda akan membeli atau menjual sesuatu, maka tetapkanlah harga yang Anda inginkan untuk membeli atau menjualnya, baik kemudian Anda diberi atau tidak. (Maksud beliau jangan bertele-tele dalam menawar atau menawarkan sesuatu).
Istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi Abdullah ibn Mas'ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini.197 Al-Syifa', seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.
Demikian sedikit dari banyak contoh yang terjadi pada masa Rasul saw. dan sahabat beliau menyangkut keikutsertaan perempuan dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Di samping yang disebutkan di atas, perlu juga digarisbawahi bahwa Rasul saw. banyak memberi perhatian serta pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Dalam hal ini, antara lain, beliau bersabda:
Sebaik-baik "permainan" seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/menenun. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari Abdullah bin Rabi' Al-Anshari).
Aisyah r.a. diriwayatkan pernah berkata: "Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di tangan lelaki."
Komentar
Posting Komentar