Cuma tampak belakang, saya ikutan mulung dan berenang-renang ria dengan River Devender saat mulung perdana di Sungai Sail, Pekanbaru-Riau
Sabtu (15/10) sore pukul 15.00 WIB, dari hulu sungai Sail
tepatnya dibawah tepian jembatan Sail tampak sibuk beberapa orang yang sedang
menam beberapa bibit . sebagian lagi tampak berkutat dengan cangkul untuk
membuat lobang serta dua orang yang sibuk menimba air di tepian sungai sail
ini, mereka tak peduli bahwa dari atas jembatan beberapa warga yang sedang
melintas di jalanan tersebut melihat apa yang sedang mereka kerjakan.
Yah,,,,walau hanya sekedar melihat dari atas jembatan,
setidaknya mereka tau apa yang sedang dilakukan oleh sekumpulan aktivis ini.
Yap,,,mereka adalah River defender sebuah komunitas
peduli terhadap permasalahan sungai yang ada di Provinsi Riau, komunitas ini
mengharapkan menjadi sebuah pionir dalam melakukan tindakan penyelamatan sungai
yang sebagian anggotanya merupakan relawan yang di tuntut mampu mencurahkan
pikiran, materi dan tenaga dalam pencapaian cita-cita pengelolaan sungai.
Kegiatan yang dilakukan oleh River defender ini
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesekian kalinya, tak terhitung sudah
banyak kegitan yang mereka lakukan dalam beberapa tahun belakangan ini, tak
ayal jika River defender hampir dikenali oleh sebagian masyarakat bahkan
dikenali hingga manca negara berkat penelitian yang mereka lakukan hingga memperkenalkan
gelombang Bono yang ada di Teluk Meranti, walau promosi yang mereka lakukan
hanya sekedar kecil-kecilan namun berdampak besar.
Kegiatan kali ini, River defender melakukan penanaman
seratus pohon di pinggiran sungai Sail yang bertujuan untuk meperbaiki kondisi
areal hijau sungai Sail, puluhan peserta yang tergabung dari Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), Siswa Pecinta
Alam (Sispala) sangat antusias mealakukan penanaman bibit yang
disediakan oleh Riverdefender.
Walau peluh bercucuran
hingga membasahi tubuh mereka, mereka tidak peduli yang penting hanya satu
harapan mereka bahwa bibit yang mereka tanam tumbuh subur dengan sempurna agar
sungai Sail ini kelak memiliki areal hijau.
Bowo seorang peserta aksi
penghijauan tak peduli tangannya melepuh karena kelamaan mengggunakan cangkul
untuk menggali lobang untuk menanam bibit tersebut, wajar saja jika tangan
peserta tersebut melepuh karena tanah yang mereka cangkul tersebut merupakan
tanah Podzoil Merah Kuning (PMK) yang telah terjadi pemadatan karena sering di
lewati oleh kendaraan bermotor.
Beruntung dalam aksi kali
ini beberapa puluh Sispala dari SMK 3 Pekanbaru datang membantu penghijauan
ini, sehingga penanaman menjadi cepat terselesaikan
Hisam Setiawan selaku leader Rever Devender mengatakan bahwa kegiatan ini pilih di sungai Sail karena, sungai
Sail berada di kawasan kota Pekanbaru ditambah lagi saat ini di bantaran sungai
Sail mengalami kondisi yang sangat buruk.
“Dimana- mana kawasannya yang ada di tepian sungai
bisanya memiliki kawasan yang hijau, dan saat ini Riverdefender hanya menanam seratus
bibit saja rencananya minggu depan aksi penanaman akan dilanjutkan kembali,”
Ujar pria yang akrab disapa goben ini
Beberapa data yang
dimiliki oleh Gurindam12 tercatat bahwa beberapa perairan sungai yang ada di Pekanbaru
berada dalam kondisi tercemar berat yakni Sungai Sail I,
Sungai Sail II, Sungai Tanjung Rhu, Sungai Limau, Sungai Sago dan Sungai
Senapelan.
Berdasarkan data yang dilansir dari Sumatera.idehijau.com hasil penelitian BLH Kota Pekanbaru tahun
lalu menyatakan bahwa sungai kualitas perairan Sungai Sail I memiliki kandungan
BOD, COD, fosfat, nitrit, sufida, minyak dan kandungan logam berat
seperti seng, krom, timbal, tembaga dan besi serta kandungan bakteri
E-Coli. Bahan kimia tersebut masuk ke badan perairan sungai dalam, dengan
jumlah cukup tinggi. Bahan kimia ini berasal dari limbah domestik
perkotaan dan kegiatan industri dalam kota.
Sedangkan Sungai Sail II kualitas perairannya ditentukan oleh
kandungan BOD, COD, fosfat, nitrit, sufida, deterjen, minyak dan kandungan
logam berat seperti seng, krom, timbal, tembaga dan besi. Sementara itu
kualitas Sungai Sail III ditentukan oleh kandungan TSSm kekeruhan, BOD, COD,
fosfat, sufida, dan kandungan logam seperti seng dan timbal.
Sail dengan panjang sekitar 28.250 meter
merupakan anak sungai terpanjang, di Kota Pekanbaru. Sungai Sail
melintasi Jalan Satria- Rejosari (Sungai Sail I) dan jembatan di Jalan Parit
Indah Ujung (Sungai Sail III, red). Anak Sungai Sail ini juga melintasi Jalan
Pemasyarakatan (Sungai Sail II) dan melintas Jembatan Datuk Laksemana-Gobah
(Sungai Sail IV).
Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pekanbaru,
Drs Adriman MSi, konsentrasi oksigen terlarut menurun di sepanjang aliran
sungai karena lapisan minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air.
Kondisi ini juga dapat mengganggu tanaman di sepanjang sungai. Lapisan minyak
menutupi permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu dalam
jangka panjang. Dalam jangka panjang memang minyak dapat terurai. Namun
demikian dalam jangka pendek akan merusak lingkungan.
Padahal manusia tidak dapat dipisahkan dari air,
karena air adalah sumber kehidupan manusia. Ketergantungan manusia dengan air
cukup besar bahkan hampir tak bisa dipisahkan dari air. Hal ini ditandai dari
pemukiman manusia sejak jaman purba hingga saat ini sebagian besar berada dekat
dengan sumber air seperti sungai.
Keterikatan manusia akan air ini, maka muncullah
adaptasi dan budaya yang berkaitan dengan air. Dinegara kita dan juga beberapa
negara lain, air mempunyai nilai agama, budaya, sosial, ekonomi dan bahkan
politik. Karena begitu eratnya ikatan masyarakat dengan air, maka dalam
masyarakat tersebut muncul kearifan-kearifan lokal yang berkaitan dengan air
dan penghormatan terhadap air sebagai sumber kehidupan.
Hak terhadap air yang setara merupakan hak asasi
setiap manusia. UUD 1945 pasal 33 ayat 2 menjamin hak dasar tersebut. Pasal 33
ayat 2 tersebut menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat ”.
Kalimat tersebut mengandung makna tanggung jawab
negara untuk menjamin dan menyelengarakan penyediaan air yang menjangkau setiap
individu warga negara. Pada tingkat internasional, hak atas air yang setara
juga diteguhkan dalam Ecosoc Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan
Budaya) PBB pada bulan November 2002.
Nah jika sudah terjadi pencemaran bahkan kerusakan
terhadap sungai yang ada di seluruh Indonesia, apakah kita masih bepangku
tangan? Mari bergerak selamatkan sungai-sungai yang ada.
Komentar
Posting Komentar