Langsung ke konten utama

Suku Asli Bumi "Lancang Kuning"

Foto: Dok Gurindam12.co

Suku Talang Mamak

Suku talang mamak yang biasa disebut dengan orang talang mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang hidupnya masih secara tradisional di sehiliran Sungai Indragiri, Provinsi Riau, Indonesia. Merupakan suku asli dari ‘Bumi Lancang Kuning’, namun memilih hidup diwilayah terpencil.

Dalam kelompok masyarakat  talang mamak terdapat sub kelompok yang mereka sebut dengan suku, kemudian dibagi lagi dalam tobo dan unit terkecil mereka sebut dengan hinduk atau perut atau disebut juga puak anak.

Kelompok masyarakat ini tergolong Proto Melayu (Melayu Tua) yang merupakan suku asli Indragiri Hulu dengan sebutan ”Suku Tuha” yang berarti suku pertama datang dan lebih berhak atas sumber daya alam di Indragiri Hulu. Selain itu juga, mereka termasuk Melayu Tua.


Populasi Masyarakat

Pada tahun 2000 populasi Talang Mamak diperkirakan + 1341 kepala keluarga atau + 6418 jiwa.
Luas Areal Talang Mamak

Menurut pemimpin adat suku Talang Mamak Patih Gading, luas areal Suku Talang Mamak berdasarkan yang diakui Residen Belanda tahun 1925 adalah 48 ribu Ha. sekarang hanya tinggal 300 Ha, padahal pada tahun 2006 berdasarkan Surat keputusan Bersama (SKB) antara Bupati dan DPRD Indragiri Hulu, luas tanah Talang Mamak adalah 1.800 Ha.

Asal Usul

Asal muasal Talang Mamak terbagi atas dua versi. Versi pertama, berdasarkan penelitian seorang Asisten Residen Indragiri Hulu di zaman Belanda, menyebutkan, Suku Talang Mamak berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat, yang terdesak akibat konflik adat dan agama. dan Versi kedua merupakan cerita yang akrab di dalam masyarakat adat itu. Secara turun-temurun, masyarakat bercerita bahwa Talang Mamak merupakan keturunan Nabi Adam ke tiga. Cerita itu diperkuat bukti berupa tapak kaki manusia di daerah Sungai Tunu Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu. Jejak itu diyakini sebagai tapak kaki tokoh masyarakat adat Talang Mamak

Foto: Adu Ayam ini hanya berlaku pada acara Gawai saja
diluar Gawai adu ayam merupakan tindakan kejahatan 

Menurut Obdeyn, Asisten Residen Indragiri, Masyarakat Talang Mamak berasal dari Pagaruyung yang terdesak akibat konflik adat dan agama. Berdasarkan hikayat yang berkembang pada masyarakat tersebut, bahwa nenek moyang mereka turun dari Gunung Marapi menuju ke Talukkuantan, menelusuri Batang Kuantan dipimpin oleh Datuk Patih bergelar Perpatih Nan Sebatang, kemudian membangun pemukiman pada sehiliran sungai tersebut.
Bahasa

Masyarakat Talang Mamak dalam percakapan sehari-hari menggunakan bahasa yang disebut dengan Bahasa Talang Mamak, walaupun dalam percakapan dengan pihak di luar komunitas, mereka biasa menggunakan Bahasa Melayu. Dalam kosakata Bahasa Talang Mamak ini terdapat pengaruh Bahasa Minang dan Bahasa Melayu.
Pemukiman

Suku Talang Mamak sendiri tersebar di kecamatan :
Batang Gansal, Indragiri Hulu, Riau
Batang Cenaku, Indragiri Hulu, Riau
Kelayang, Indragiri Hulu, Riau
Rengat Barat, Indragiri Hulu, Riau
Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau
Sumay, Tebo, Jambi : Dusun Semarantihan Desa Suo-suo
Foto: Beginilah pakai adat saat acara Gawai (dok. Gurindam12.co)

Dusun Tuo Datai


Akses


Untuk menuju Dusun Tuo Datai Talang Mamak yang terletak di Hulu Sungai Gansal dan Sungai Melenai Desa Rantau Langsat Kecamatan Batang Gansal Kabupaten Indragiri Hulu di Wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh dapat diakses jalan Darat. Yaitu melalui Siberida (Pekanbaru-Siberida 285 km) dengan menggunakan Mobil untuk menuju jalan bekas HPH. Atau juga melalui Simpang Pendowo sekitar 2,5 km dari desa Keritang, desa yang terletak di Kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Rute sejauh 22 km dari Simpang Pendowo hingga memasuki perbatasan wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) atau juga yang lebih dikenal Jalan Dalex ini, sebaiknya dilakukan dengan sepeda motor ”lelaki” atau mobil bergardan dua.
Selanjutnya, jarak tempuh dari jalan Dalex ke Dusun Tuo Datai sekitar 6 hingga 8 km hanya bisa dilewati jalan kaki. Meski tidak begitu jauh, namun jangan berharap akan segera sampai. Karena, medan yang diarungi harus ”mendaki gunung melewati lembah sungai mengalir indah.” Jadi, diperlukan stamina jreng untuk menempuh 1 hingga 3 jam perjalanan.


Hasil Kebun


Biasanya pada hari tertentu, Suku Talang Mamak akan turun ke desa terdekat, Keritang atau Siberida. Tujuannya menjual hasil kebun atau hasil hutan yang mereka peroleh untuk dibelikan kebutuhan hidup. ”Tapi, sekarang kami sudah jarang turun. Hasil hutan sudah berkurang. Yang kami andalkan untuk keseharian hidup hanyalah hasil kebun,” jelas Pak Katak atau pak Sidam yang juga menjabat Ketua RT Dusun Tuo Datai.

foto: Bersama Rizky meliput Talang Mamak

Penduduk


Saat ini, total penduduk Talang Mamak dari Lubuk Tebrau hingga Melenai berjumlah 265 jiwa. Lima puluh persen jiwa diantaranya, sudah dapat menggunakan suaranya pada pemilihan Presiden dan pemilihan Bupati kemarin.


Agama


Sebagian besar masyarakat Talang Mamak mempercayai kekuatan-kekuatan gaib pada benda-benda yang berada di sekitar (animisme). Beberapa kepala keluarga beralih ke Islam. Mereka mengakui bahwa Islam adalah agama mereka, namun untuk ibadah hanya cukup di lisan saja.

Suku Talang Mamak masih menganut Animisme, tetapi sebagian kecil sudah beragama, mereka membedakan  dengan Suku Melayu berdasarkan Agama, jika Suku Talang Mamak telah memeluk Agama Islam maka, berubah menjadi Melayu.


Mata Pencaharian


Secara keseluruhan, mata pencarian mereka adalah berladang, menyadap karet, dan mengambil hasil hutan nonkayu. Di samping berburu atau juga menangkap ikan. Namun, kini Dusun Datai tampak sepi dan banyak rumah yang tidak terawat lagi. ”Sekarang banyak yang meninggalkan rumahnya, bisa jadi mereka sedang membuka kebun baru atau juga pergi mencari Jernang, ” lanjut Pak Katak tentang kondisi penduduknya.


Budaya


Untuk urusan budaya, Masyarakat Talang Mamak di Taman Nasional Bukit Tigapuluh sedikit berbeda dengan Tigabalai-Pusat kebudayaan Talang Mamak. Ini terlihat dari tidak adanya tradisi mengilir dan menyembah raja, serta lunturnya sistem kebatinan. Umumnya, mereka hidup otonom dalam beraktivitas sehingga berbagai persoalan yang ada akan diserahkan kepada kepala desa.

Foto: Makan besar dalam acara Gawai Gedang 

Tradisi


Suku Talang Mamak masih mempertahankan tradisi adatnya, seperti ranbut panjang, pakai sorban, giginya bergarang (hitam karena menginang/makan sirih).Dalam kehdiupan adatnya, seperti suku-suku terasing lainnya, mereka masih melakukan upacara-upacara adat, mulai dari melahirkan samapi hal kematian.
Foto: Mama ini masih mempertahankan menginang, dan hasilnya diusia senja
gigi mama ini masih tetap kuat dan gak ada yang copot

Namun begitu, mereka masih kental dengan tradisi adat. Sebut saja Gawai (Pesta Pernikahan), Kemantan (Pengobatan Penyakit), Tambat Kubur (Acara 100 hari kematian), serta Khitanan untuk anak lelaki berumur 12 tahun ke atas yang dianggap mendekati usia dewasa. Begitu juga dengan rumah yang masih berbentuk panggung, sebagai ciri khas mereka, misalnya. Bangunan kayu tanpa ruangan khusus serta sekat pembatas -mulai dari dapur hingga ruang tidur- sehingga, segala barang tergeletak menjadi satu masih kokoh berdiri.


Pengobatan

Meskipun mereka hidup secara tradisional, namun untuk masalah pengobatan bisa diandalkan juga. Hasil Ekspedisi Biota Medika (1998) menunjukkan Suku Talang Mamak mampu memanfaatkan 110 jenis tumbuhan untuk mengobati 56 jenis penyakit dan mengenali 22 jenis cendawan obat.



Masyarakat Talang Mamak Dalam Taman Nasional


Suku Talang Mamak yang ada di dalam taman nasional secara tradisional masuk dalam kepemimpinan Sembilan Batang Gangsal Sepuluh Jan Denalah, Denalah Pasak Melintang. Sekitar seratus tahun yang lalu penduduk di wilayah ini masih Talang Mamak, namun dengan masuknya Islam, ada tiga dusun yang penduduknya sudah Melayu, mengalih atau menjadi langkah baru.
Pada tahun 1999 jumlah penduduk di dalam TNBT sebanyak 181 keluarga atau 844 orang. Di mana Talang Mamak berjumlah 97 keluarga atau 523 orang. Sedangkan Suku Melayu sebanyak 64 keluarga atau 321 orang.
Foto: Rumah masyarakat Talang Mamak, foto bareng Rizky saat peliputan 


Masyarakat Talang Mamak dan Melayu tradisional tersebut berada di dalam TNBT sepanjang Sungai Gangsal. Ada 8 dusun yang mereka tempati, di wilayah Riau 7 dusun yaitu Tanah Datar, Dusun Tua, Suit, Sadan, Air Bomban, Nunusan dan Siamang Desa Rantau Langsat. Sedangkan satu dusun lagi di wilayah Jambi yaitu Semerantihan desa Suo-suo. Kelompok yang memecah dari Dusun Tua karena konflik dan ketersediaan sumber daya.

Ada 3 dusun dihuni Suku Melayu yaitu Dusun Sadan, Air Bomban dan Nunusan selebihnya dihuni Suku Talang Mamak.

Pertambahan penduduk di dalam TNBT stagnan karena antara natalitas dan fertilitas umumnya seimbang. Sistem kesehatan masih tradisional, penyembuhan penyakit masih secara tradisional dengan menggunakan dedaunan, akar-akaran,pohon-pohon dan buah pohon dan selalu menghubungkannya dengan sistem kosmologi.
Foto: Bersama teman-teman baru dari Talang Mamak

Secara budaya Masyarakat Talang Mamak di dalam TNBT sedikit berbeda dengan di Tigabalai-Pusat Kebudayaan Talang Mamak, mereka tidak melakukan tradisi mengilir dan menyembah raja, sistem kebatinan juga mulai luntur, umumnya mereka otonom menjalankan aktivitas dan menyelesaikan persoalan berat secara formal melalui kepala desa. Namun umumnya mereka masih animis dan sebagian kecil sudah menjadi katolik sinkritis yang berada di Dusun Siamang.

Mereka mengenal banyak tentang obat-obatan tradisional. Menurut ekspedisi Biota Medika (1998) bahwa Suku Talang Mamak memanfaatkan 110 jenis tumbuhan untuk mengobati 56 jenis penyakit dan 22 jenis cendawan obat. Sedangkan Suku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan obat untuk 45 jenis penyakit dan 8 jenis cendawan. Selain itu Masyarakat Talang Mamak juga memiliki pengetahuan etnobotani. Mengenal berbagai jenis tumbuhan dan juga satwa.

Mata pencarian utama mereka adalah berladang berpindah dengan integrasi penanaman karet, di sela-sela berladang mereka mencari hasil hutan seperti jernang, rotan, labi-labi. Untuk memenuhi kebutuhan protein mereka berburu ke hutan.


Interaksi



Suku Talang Mamak di dalam TNBT sangat sopan, menghargai orang luar yang datang kepada mereka. Pada umumnya mereka jujur dan tidak mau mengganggu orang lain, daripada konflik lebih baik menghindar dan pergi ke hutan merupakan sifat dasar mereka. Jangan sekali-kali menggurui karena mereka adalah guru yang paling baik dalam hal etnobotani, etnozoologi, budaya dan sistem pertanian.

Permasalahan Talang Mamak Saat Ini


Masyarakat mulai terusik dan diporakporandakan oleh kehadiran HPH, penempatan transmigrasi, pembabatan hutan oleh perusahaan dan sisanya dikuasai oleh migran. Kini sebagian besar hutan alam mereka tinggal hamparan kelapa sawit yang merupakan milik pihak lain. Penyempitan lingkungan Talang Mamak berdampak pada sulitnya melakukan sistem perladangan beringsut dengan baik dan benar dan harus beradaptasi, bagi yang tidak mampu beradaptasi kehidupannya akan terancam. Oleh sebab itu, sekelompok suku Talang Mamak yang di Tigabalai di bawah kepemimpinan Patih Laman gigih mempertahankan hutannya.
Foto: Kondisi jalan menuju desa Cenaku Talang Mamak.
Tahun 2002, masyarakat adat Talang Mamak mendapatkan Kalpataru dari Presiden Megawati kepada Gubernur Riau. Penghargaan tersebut diberikan sebagai penghargaan atas jasa dan kerja keras suku Talang Mamak dalam melestarikan hutan adatnya dengan luas 18.800 Ha.

Namun sekitar tahun 2006, Kalpataru tersebut dikembalikan oleh masyarakat karena kesepakatan yang telah dibuat dilanggar oleh pemerintah setempat dengan memberikan izin kepada perusahaan perkebunan. Padahal antara masyarakat dan bupati telah melakukan kesepakatan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB)

Dari tahun-ketahun hutan adat Talang Mamak kian berkurang, masuknya izin-izin konsesi perkebunan membuat masyarakat semakin kehilangan hak atas hutan mereka. Bahkan mereka tergusur dari perkampungan mereka sendiri, masyarakat talang mamak sempat melakukan protes keras kepada pemerintah setempat. Sayangnya protes tersebut sampai sekarang tidak mendapat respon yang berarti. Kembali mereka hanya mendapatkan janji, bukan bukti.

Imbas masuknya perusahaan tersebut membuat masyarakat kian terpojokan. Selama ini masyarakat dapat hidup dengan hasil hutan, namun saat ini masyarakat mencoba bertahan hidup dengan serba kekurangan. Bahkan gizi buruk pernah disandang Suku Talang Mamak karena sulitnya perekonomian mereka, ditambah lagi infrastruktur seperti akses jalan, sarana pendidikan sangat jauh dari suku ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembukaan Panen Raya Nusantara Disambut Meriah Oleh Pengunjung

·          Panen Raya Nusantara Mewujudkan Keadilan Ekonomi Komunitas Berkelanjutan.   foto via @borneoclimate Pembukaan panen raya nusantara diawali dengan pemotongan pita oleh bapak Deputi II Bidang Produksi Kementrian Koperasi Dan UKM, I Wayan Dipta disambut meriah dengan tarian yang dibawakan oleh masyarakat adat suku Papua dengan kolaborasi music dari Kesepuhan Badui. Dalam sambutan pembukaannya Wayan menyatakan bahwa ia sangat senang sekali diundang dalam acara Panen Raya Nusantara (Parara). Sebab visi dan misi dari bidang Produksi Kementrian Koperasi Dan UKM dengan Parara sangat sejalan. “Saat ini Kementrian Koperasi melalui UKM memiliki program memberdayakan produk-produk local dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk-produk luar negeri yang masuk kedalam negeri. Dengan adanya panen raya nusantara ini dapat kita kembangkan dengan kuat produk-produk local yang berkualitas,” ujar Wayan

Alat Musik Tradisional Yang Tak Lekang Oleh Zaman

Dok. Gurindam12 (Sewaktu meliput acara seni dihalaman gedung Idrus Tintin-Pekanbaru) Siapa yang tak kenal dengan gendang, baik usia belia, muda, dan tua tahu dengan alat music yang satu ini. Saat ini, alat music tradisional ini mampu bersaing dengan alat musik modern, bahkan permainan gendang ini dapat di padukan dengan alat music manapun.   Di Indonesia alat musik gendang ini termasuk alat musik tradisional, cara memainkan   alat musik ini adalah memukul dengan tangan, maupun dengan menggunakan stik kayu. Gendang termasuk dalam klasifikasi alat musik perkusi, gendang ini terbuat dari kayu yang diatasnya diberi selaput (membran) yang biasanya terbuat dari kulit lembu atau dari kulit kambing. Jika gendang ini di pukul akan mengeluarkan bunyi yang nyaring, permainan gendang ini memiliki banyak fungsi dapat digunakan sebagai pengiring pencak silat, pembawa tempo atau penggagas dinamik dan sering juga gendang ini sebagia pelangkap untuk meramaikan suasana.    

Saatnya Pertanian ‘Back To Nature’

  Masyarakat dunia saaat ini semakin sadar akan bahaya yang ditimbulak oleh pemakian bahan kimia sintetis dalam pertanian, masyarakat semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik. Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.   Namun, petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya terletak pada bagaimana cara mengolah pertanian organic ini supaya menajadi suks