Langsung ke konten utama

Veer-Zahra

Film veer-Zahara merupakan film india yang menyentuh hati saya. Tangis saya buncah ketika veer dengan relanya menutup bibirnya selama 22 tahun saat ia diatanyai kedatangannya ke Pakistan. Demi orang yang dicintainya ia rela bungkam, aiih ketimbang saya menangis lagi silahkan simak sinopsisnya saja. 

***
Jiwa Zaara hampa ditelan perihnya cinta. Sosok sang arjuna tak lagi mungkin dilihatnya lantaran tembok pernikahan telah mencabik asmara mereka. Toh langkah pemuja cinta sejati ini tetap tegar. Zaara terus berjalan menuju pintu hati sang kekasih...


Cerita berawal tatkala Zaara diselamatkan Veer. Gadis Pakistan yang terdampar di India ini mengalami kecelakaan lantaran bus yang ditumpanginya tergelincir. Zaara sendiri datang ke India untuk memenuhi pesan terakhir mendiang ibu angkatnya.

Pertemuan itu ternyata begitu membekas di hati keduanya. Sayang, sebelum Veer--yang merupakan anggota Angkatan Udara India itu--mengekspresikan cintanya, Raza, tunangan Zaraa, lebih dahulu datang dari Pakistan dan membawa Zaara pulang bersamanya.

Meski demikian, Zaara tak mampu melupakan Veer. Kegundahan ini lantas tercium oleh Shabo, pelayan setia Zaara yang kemudian menghubungi Veer untuk memberitahukan perasaan Zaara. Demi bertemu dengan Zaara di Pakistan, Veer nekat berhenti dari dinas di AU India. Sayang, walau bisa bertemu, pernikahan Zaara tetap dilangsungkan. 

Keadaan semakin tak berpihak pada Veer lantaran ia ditangkap polisi dengan tuduhan mata-mata. Belakangan diketahui kalau hal itu didalangi Raza. Meski demikian, Veer rela bungkam selama 22 tahun demi menjaga kehormatan gadis yang dicintainya.

Hingga kemudian datang Saamiya Sidiqui, pengacara spesialis HAM yang berhasil kembali membuat Veer bicara. Dari penuturan Veer terkuak jalinan kisah cinta antara Veer dan Zaara. Saamiya pun bertekad untuk membebaskan Veer yang memang tidak bersalah, walau harus berhadapan dengan pengacara yang lebih senior darinya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Expedisi Merah, Sungai Serkap (1)

“Saya belum pernah melihat bagai mana bentuk dari ikan merah itu sendiri, hanya hanya mendengar berita dari mulut-kemulut mengenai ikan merah ini. Ditambah lagi katanya ikan ini hanya ditemukan diwilayah tasik ini.” Begitu yang disampaikan oleh K epala dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau Irwan Effendi   sesampainya didepan rumah kepala desa Teluk Binjai kepada Gurindam12 (G12) Cerita expedisi ini bermula pada Senin (31/11) siang, Tim Expedisi Merah berangkat menuju Tasik Besar  yang berada dis ungai Serkap Semenanjung Kampar Kab upaten Pelalawan , guna menemukan ikan endemik diwilayah tersebut yang belum diketahui jenis dan namanya untuk dilakukan identifikasi.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.