Perempuan Rembang Tolak Pabrik Semen
Ibu-ibu Rembang Saat aksi di Depan Istana Merdeka Jakarta. Kamis 16 April 2015 |
“Bagi saya, Rembang
adalah ibu saya. Ia lah yang memberikan saya kehidupan di dunia, ia memberikan
saya air minum yang jernih dan membesarkan tanaman kami yang kami tanaman.
Dimana lagi kesejahteraan itu jika bukan di Rembang, ibu pertiwi saya,” ujar
wanita paruh baya itu.
Sukinah namanya, ia
berasal dari Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah, dimana saat ini tanah Rembang
telah digadaikan oleh Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo karena telah mengizinkan PT Semen
Indonesia menambang di Rembang. Tanpa sepengetahuan Suginah dan warga Rembang
lainnya, PT Semen Indonesia telah menebang kawasan hutan Kadiwono kecamatan
Bulu seluas kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik.
“Saya
terkejut dengan informasi yang diberikan oleh warga atas penebangan yang
dilakukan oleh perusahaan di kawasan Kadiwono. Saya sangat khawatir dengan
sumber air yang tersedia untuk kawasan Rembang, terutama air untuk lahan
pertanian saya,” ujarnya kembali.
Selain
Suginah saya bertemu juga dengan Muliarti saat mengadakan diskusi mengenai
permasalahan masuknya pabrik semen di Rumah Diskusi milik Bondan Gunawan
(mantan menteri di era Kepresidenan Abdurrahman Wahid yang dikenal dengan
panggilan Gusdur).
Aksi didepan Istana Merdeka Jakarta |
Dengan
wajah nanar, ia menceritakan kembali kejadian saat mereka mencoba memblokade
jalan agar truk pengangkut material perusahaan tidak dapat mengakses jalan
menuju tapak pabrik. Namun blokade yang mereka lakukan membuat personil aparat
keamanan yang kala itu ikut mengamankan warga menjadi geram. Mereka mengangkat
dan mendorong ibu-ibu yang tergabung dalam aksi blokade tersebut agar menjauh dari akses jalan, disini
aparat keamanan menunjukan arogansinya yang lebih memihak perusahaan ketimbang
melindungi masyarakat sesungguhnya.
“Waktu
aksi blokade tersebut, saya dan teman saya yang satunya lagi diangkat oleh
aparat keamanan pria dan dilemparkan ke semak-semak sehingga saya dan teman
saya saat itu sampai semaput (red. pingsan). Beruntung teman-teman yang lainnya
menolong saya, waktu itu aparat keamanan kebanyakan adalah pria,” ujar Muliarti
Kekhawatiran
yang sama juga dialami oleh Ngatemi, warga desa Dukungerang Kabupaten Pati.
Memang saat ini, lahan pertanian mereka di desa Dukungerang belum dimasuki oleh
PT Semen Indonesia namun izin yang dikeluarkan oleh Gubernur juga mengancam
kehidupan mereka.
“Sudah sebelas kali kami bolak-balik ke Bupati untuk memohon perkara ini dibatalkan agar kami merdeka di tanah kami sendiri, namun hingga saat ini Bupati tidak merespon pengaduan kami dan hanya membisu,” ujarnya kembali.
Data dari JATAM menyatakan bahwa PT
Semen Indonesia menebang kawasan hutan Kadiwono kecamatan Bulu seluas kurang
lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik. Perlu diketahui dalam Perda No. 14 tahun
2011 tentang RTRW Kab. Rembang, Kecamatan Bulu tidak diperuntukkan sebagai
kawasan industri besar.
Ada 109 mata air, 49 gua, dan 4
sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit yang bagus, serta
fosil-fosil yang menempel pada dinding gua, semakin menguatkan keyakinan bahwa
kawasan karst Watuputih harus dilindungi.
Proses produksi semen berpotensi
merusak sumber daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga
sekitar dan juga warga Rembang dan Lasem yang menggunakan jasa Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil air dari gunung Watuputih.
Aksi didepan Istana Negara Jakarta Bersama teman-teman Musisi Marjinal |
Kebutuhan lahan yang sangat luas
untuk perusahaan-perusahaan semen akan berdampak pada hilangnya lahan
pertanian, sehingga petani dan buruh tani akan kehilangan lapangan pekerjaan.
Selain itu, hal ini juga akan menurunkan produktivitas sektor pertanian pada
wilayah sekitar, karena dampak buruk yang akan timbul, misalnya, matinya sumber
mata air, polusi debu, dan terganggunya keseimbangan ekosistem alamiah. Pada
ujungnya, semua hal ini akan melemahkan ketahanan pangan daerah dan nasional.
Mengadu
ke KPK dan KLHK
Bulan lalu (16/03/2015)
Ngatemi bersama tujuh masyarakat perwakilan Rembang datang ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) untuk mengadukan kasus tersebut. Sayangnya, sesampainya mereka di KLHK
pengaduan tidak sampai melakukan audiensi, dan mereka merasa diabaikan.
Komentar
Posting Komentar