Langsung ke konten utama

Mikoriza Jamur Alternative Perkuat Tanaman Saat Kemarau



Baru-baru ini Departemen Pertanian tengah mengembangkan penggunaan jamur jenis Mikoriza  untuk meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kawasan yang minus akan air serta unsur hara.
Peneliti dari Balai Litbang Deptan, Yayat Rukiat menyatakan bahwa jamur Mikoriza ini dapat diteraapkan pada daerah-daerah yang kawasannya minim akan air, Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur.

“Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara,” ujarnya
Menurut Yayat Rukiat, sebanyak 93% tumbuhan di dunia berasosiasi dengan jamur mikoriza. Adanya mikoriza juga mempermudah penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.
Dengan menggunakan mikoriza maka penggunaan pupuk untuk tanaman juga bisa dihemat seperti kelapa sawit yang membutuhkan banyak pupuk bisa dihemat setengahnya.
Akar tanaman yang diselimuti mikoriza juga tahan terhadap serangan hama. "Penyakit akar tak bisa masuk, dan jamur itu juga membentuk unsur phospor pada tanaman," ujarnya.
Berita yang dilansir dari Antaranews mengabarkan bahwa Kementrian Kehutanan (Kemenhut) Republik Indonesia perkenalkan jamur mikoriza untuk percepatan rehabilitasi hutan kepada masyarakat yang datang berkunjung ke pameran tekhnologi terkait dengan pelaksanaan Hari Pangan Sedunia ke XXI di ProvinsiGorontalo.

Kepala Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Badan Litbang Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, Didik Purwito, mengatakan bahwa kerusakan hutan pasca pertambangan banyak terja
di dan solusi yang di tawarkan adalah dengan menggunakan tekhonologi Biorehabilitasi Mikoriza.
Dia mengemukakan, jamur mikoriza mampu memacu pertumbuhan banyak jenis tanaman kehutanan dan pertanian sehingga proses rehabilitasi bisa lebih menghemat waktu.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramin-Ramin Itu Telanjang Berdiri

Catatan Perjalanan April 2012 Ramin-ramin itu telanjang berdiri. Ramin ini berada di kawasan konsesi HTI PT. SRL Ini adalah perjalanan saya dengan teman-teman jurnalis Pekanbaru bersama Eye on the Forest (EoF) menelusuri Ramin di Pulau Rupat. EoF ini merupakan lembaga koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari (Jaringan Penyelamat Hutan Riau) dan WWF-Indonesia Program Riau. Ya perjalanan kami menuju Pulau Rupat untuk melihat secara langsung keberadaan pohon Ramin yang katanya hampir mengalami ‘kepunahan.’

Tumbuhan Sebagai Indikator Dalam Pencemaran Lingkungan

  foto: Internet Tumbuhan dapat digunakan sebagai indikator dalam pencemaran lingkungan, hal ini berkaitan erat dengan ekosistem yang ada disuatu kawasan tersebut. Dan pertumbuhan dari tanaman ini dipengaruhi langsung oleh lingkungan, tumbuhan akan dapat hidup dengan baik apabila kondisi pada kawasan tersebut menguntungkan. Suatu komunitas tumbuhan dapat berperan sebagai pengukur kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, disebut indikator biologi atau bioindikator dengan kata lain dapat disebut juga dengan tumbuhan indikator.

Hutan Disepanjang Gunung Jadi, Merupakan Sumber Vital Bagi Masyarakat

  Expedisi Gunung Djadi. Kabupaten Kampar-Riau Gemuruh air sungai yang mengalir deras disepanjang jalan menuju Desa Sungai Santi seolah-olah   menyambut kedatangan Tim Ekspedisi 12|12 (Ekspedisi di 2012 bersama dengan Gurindam12) yang dilaksanakan pada 29 desember 2011 sampai dengan 3 Januari 2012 waktu yang lalu. Secara administrasi Desa Sungai Santi berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar. Suasananya yang begitu alami membuat kami selalu takjub memandang aliran sungai santi yang bersih dan alami, belum lagi dengan pemandangan yang elok membuat kaki kami yang sedari tadi berjalan tak pernah merasa penat. Beberapa ibu-ibu yang kami temui di sepanjang aliran sungai santi tengah sibuk melakukan aktifitas mereka masing-masing, mulai dari mencuci, mandi tengah asik bercengkrama dengan menggunkan logat khas asli penduduk kampar kiri hulu, saat kami mencoba melintasi kawasan aliran sungai tersebut untuk melaksanakan pendakian ke Gunung Jadi.